Jumat, 30 Maret 2012
Sabtu, 03 Maret 2012
bimbingan konseling bab 4
RESUME BIMBINGAN
DAN KONSELING
Oleh :
Rifkhi
Azzuhri
1001974
PJKR C
PENDIDIKAN
JASMANI, KESEHATAN, DAN REKREASI
FAKULTAS
PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2011
10.
Program Bimbingan Dan
Konseling Komperhensif
Muro dan Kottman
(1995) mengemukakan bahwa struktur program bimbingan konseling komperhensif
diklasifikasikan kedalam empat jenis layanan, yaitu:
1.
Layanan dasar bimbingan
2.
Layanan responsif
3.
Layanan perencanaan individual
4.
Dukungan system
a.
Layanan
Dasar Bimbingan
Layanan
ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh pekembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memiliki keterampilan dasar hidupnya.
Tujuan
dari layanan ditingkat SMA/SMP itu sendiri menyangkut kepada aspek-aspek
pribadi, social belajar dan karier. Aspek-aspek perkembangan tersebut
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Pengembangan keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Ynang Maha Esa
2.
Pengembangan kemandirian emosional
3.
Pengembangan kemampuan individual (problem solving/decision making)
4.
Perkembangan sikap dan kebiasaan belajar
yang positif atau keterampilan belajar yang efektif
5.
Perkembangan perilaku sosial yang yang
bertanggung jawab ( sikap altruis, sikap toleran dalam suasana dalam kehidupan
yang heterogin: multi budaya, etnis, ras dan agama)
6.
Pengembangan upaya pencapaian pera
social sebagai pria atau wanita
7.
Pengembangan sikap atau penerimaan diri
secara objektif dan pengembangannya secara tepat
8.
Pengembangan sikap dan kemampuan
mempersiapkan karier dimasa depan
9.
Pengembangan upaya pencapaian hubungan
baru lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita .
10.
Perkembangan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga
b.
Layanan
Responsif
Layanan
responsif merupakan “layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan
atau masalah yang memerukan bantuan (pertolongan) dengan segera’’.
Layanan
ini bertujuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat
ini, atau para siswa dipandang mengalami hambatan dalam mengalami menyelsaikan
tugas perkembangannya.
Layanan
ini bersifat kuratif. Strategi yang digunakan adalah:
1.
Konseling individual
2.
Konseling kelompok
3.
Konsultasi.
Isi
dari layanan ini adalah bidang:
1.
Pendidikan
2.
Belajar
3.
Social
4.
Pribadi
5.
Karier
6.
Tata tetib di sekolah
7.
Narkotika dan perjudian
8.
Perilaku seksual
9.
Kehidupan lainnya.
Menurut
penelitian beberapa SMK di Jawa Barat (Syamsu Yusuf LN, 1998) aspek-aspek yang
perlu mendapat layanan responsive adalah:
1) Bidang Pribadi
a)
Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b)
Perolehan sistem nilai
c)
Kemandirian emosional
d)
Pengembangan keterampilan intelektual
e)
Menerima diri dan mengembangkannya
secara efektif.
2) Bidang Sosial
a)
Berprilaku sosial yang bertanggung jawab
b)
Mencapai hubungan yang lebih matang
c)
Mempersiapkan pernikahan dan hidup
berkeluarga.
3) Bidang Belajar
a)
Kurang memliliki kebiasaan belajar yang
baik
b)
Kurang memahami cara belajar yang
efektif
c)
Kurang memahami cara mengatasi kesulitan
belajar
d)
Kurang memahami cara membaca buku yang
efektif
e)
Kurang memahami cara membagi waktu
belajar
f)
Kurag menyenangi pelajaran-pelajaran
tertentu.
4)
Bidang
karier
a)
Kurang memahami cara memilih program
studi yang cocok dengan kemampuan dan minat
b)
Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi
dalam dunia kerja
c)
Masih bingung untuk memilih pekerjaan
d)
Masih kurang mampu memilih pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan dan minat
e)
Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan
setelah tamat sekolah
f)
Belum memiliki pilihan perguruan tinggi
tertentu, jika setelah tamat tidak masuk dunia kerja.
Masalah lain
adalah informasi tentang bahayanya obat-obatan, minuman keras, narkotika,
extacy, dan putau.
c.
Layanan
perencanaan individual
Layanan
perencanaan individual adalah layanan bantuan kepada semua siswa agar mampu
membuat dan melaksakan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahan akan
kekuatan dan kelemahan dirinya.
Tujuan
dari layanan perencanaan individual ini adalah membantu individu membuat,
memantau dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan karir dan social
pribadinya.
Dapat dikatakan juga layanan
bertujuan supaya siswa agar :
1.
Memiliki kemampuan untuk merumuskan
masalah, tujuan, dan pewrencanaan.
2.
Dapat memantau dan mamahami perkembangan
dirinya.
3.
Bertindak atau melakuakkan sesuatu
berdaarkan pemahamannya.
Adapun
kegiatan layanannya sebagai berikut:
1)
Siswa menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangannya
atau aspek-aspek pribadi, social, belajar, atau karier
2)
Merumuskan tujuan dan perencanaan
kegiatan (alternative kegiatan) yang menunjang perkembangan dirinya atau
kegiaan yang yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya
3)
Melakukan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan atau perencanaan kegiatan yang telah ditetapkan
4)
Mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukan
d.
Dukungan
Sistem
Tujuan
dukungan sistem sendiri adalah untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan
program bimbingan secara menyeluruh melalui perkembangan profesional.
Dukungan
sistem meliputi dua aspek yaitu:
1.
Pemberian
layanan, meliputi
a) Konsultasi
dengan guru-guru
b) Menyelenggarakan
program kerjasama dengan orang tua dan masyarakat.
2.
Kegiatan
manajemen
Kegiatan
manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan mutu mutu program bimbingan dan konseling melalui:
a) Pengembangan
program
b) Pengembangan
staf
c) Pemanfaatn
sumber daya
d) Pengembangan
penataan kebijaksaan
a)
Pengembangan
program
Pengembangan
program adalah program-program layanan yang dikembangkan dan pengembangan ini
hendaknya diselaraskan dengan hasil kajian atau analisis tentang tujuan dan
program sekolah, kondisi objektif pencapaian tuga-tugas perkembangan siswa, kebtuhan
siswa, atau masalah siswa juga kondisi lingkungan perkembangan siswa dalam
implementasi actual layanan BK untuk di SMK dan perkembangan dalam
bermasyarakat.
b)
Pengembangan
staf
Pengembangan
staf adalah dengan cara memberikan penambahan, perluasan, atau pendalaman
tentang konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu tentang bimbingan
sesuai dengan dekripsi pekerjaan masing-masing. Tujuannya adalah agar para
pembimbing memberikan layanan bimbingan secara bermutu.
Kinerja
bagi masing-masing persinel itu adalah :
1. Kepala
sekolah
2. Guru
mata pelajaran
3. Guru
pembimbing (konselor).]
c)
Pemanfaatan
Sumber Daya Masyarakat
Aspek yang
berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
masyarakat yang dipandang relevn dengan peningkatan layanan mutu bimbingan.
Contohnya
jalinan kerjasama dengan pihak-pihak seperti:
1. Instansi
pemerintah
2. Instansi
swasta
3. Organisasi
profesi
4. Para
ahli dalam bidang-bidang tertentu
d)
Pengembangan
Atau Penetuan Kebijakan
Pelaksanaan
layanan BK disekolah perlu di didukung oleh kebijakan kepala sekolah secara
jelas. Kebijakan yang diluncurkan itu hendaknya dapat memfasilitasi (memberi
kemudahan dan peluang) bagi kelancaran implementasi program.
Kebijakan yang
perlu ditata itu, di antaranya menyangkut aspek-aspek :
1.
Struktur organisasi,
2.
Rekrutment dan pengembangan staf
bimbingan,
3.
Penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai,
4.
Pengalokasian biaya operasional BK, dan
5.
Penjadwalan waktu khusus untuk masuk
kelas bagi guru pembimbing, sebagai wahana untuk pelaksanaan program yang
bersifat klasikal,
6.
Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak
terkait.
11.
Kualitas Pribadi Konselor
Kualitas pribadi konselor merupakan
faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi
pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi
konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Pemahaman
diri;
b. Kompeten;
c. Memiliki
kesehatan psikologis yang baik;
d. Dapat
dipercaya;
e. Jujur;
f. Kuat;
g. Hangat;
h. Responsif;
i.
Sabar;
j.
Sensitif; dan
k. Memiliki
kesadaran yang holistik.
a. Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini
berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik.
Pemahaman
diri sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan berikut.
1)
Konselor yang memiliki persepsi yang
akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula
tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih mampu mengenal diri orang
lain secara tepat pula).
2)
Konselor yang terampil dalam memahami
dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain.
3)
Konselor yang memahami dirinya, maka dia
akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
4)
Pemahaman tentang diri memungkinkan
konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada
saat proses konseling berlangsung.
Konselor yang memiliki tingkat
self-knowledge yang baik akan menunjukan sifat-sifat berikut.
1)
Konselor menyadari dengan baik tentang
kebutuhan dirinya. Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya.
2)
Konselor menyadari tentang apa yang
membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya
melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
3)
Konselor memahami atau mengakui
kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
b. Kompeten (Competent)
Yang
dimaksud kompeten di sini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
Satu
hal penting yang membedakan hubungan persahabatan dan hubungan konseling adalah
kompetensi yang dimiliki konselor.
Konselor
yang efektif adalah yang memiliki (a) pengetahuan akademik, (b) kualitas
pribadi, (c) keterampilan konseling.
Konselor
yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan
sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut :
1.
Secara terus menerus meningkatkan
pengetahuanya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau
menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara
seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
2.
Menemukan pengalaman-pengalaman hidup
baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan
keterampilan konselingnya.
3.
Mencoba gagasan-gagasan atau
pendekatan-pendekatan baru dalam konseling. Mereka senantiasa mencari cara-cara
yang paling tepat atau berguna untuk membantu klien.
4.
Mengevaluasi efektivitas konseling yang
dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja
lebih produktif.
5.
Melakukan kegiatan tindak lanjut
terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau
memperbaiki proses konseling.
c. Kesehatan Psikologis
Konselor
dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini
penting karena kesehatan psikologis konselor akan mendasari pemahamannya
terhadap perilaku dan keterampilannya.
Konselor yang kesehatan psikologisnya baik memiliki
kualitas sebagai berikut.
1)
Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman,
cinta, kekuatan, dan seks.
2)
Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi
yang dihadapinya.
3)
Menyadari kelemahan atau keterbatasan
kemampuan dirinya.
4)
Tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi
juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
d. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas
konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa
alasan, yaitu sebagai berikut.
1)
Esensi tujuan konseling adalah mendorong
klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam.
2)
Klien dalam konseling perlu mempercayai
karakter dan motivasi konselor.
3)
Apabila klien mendapatkan penerimaan dan
kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya
terhadap dirinya sendiri.
Konselor yang dipercayai cenderung
memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
1)
Memiliki pribadi yang konsisten.
2)
Dapat dipercaya oleh orang lain, baik
ucapannya maupun perbuatannya.
3)
Tidak pernah membuat orang lain (klien)
kecewa atau kesal.
4)
Bertanggung jawab, mampu merespon orang
lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh.
e. Jujur (honesty)
Yang
dimaksud jujur di sini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka),
autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena
alasan-alasan berikut.
1)
Sikap keterbukaan memungkinkan konselor
dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya
di dalam proses konseling. Apabila ketertutupan dalam konselling dapat
menyebabkan merintangi perkembangan klien.
2)
Kejujuran memungkinkan konselor dapat
memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
Konselor
yang jujur memiliki karakteristik sebagai berikut.
1)
Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat
dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri (real self) sama sebangun dengan
yangdipersepsi dengan orang lain (public self).
2)
Memiliki pemahaman yang jelas tentang
makna kejujuran.
f. Kekuatan (Strength)
Kekuatan
konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa
aman. Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan
perilaku berikut.
1)
Dapat membuat batasan waktu yang pantas
dalam konseling.
2)
Bersifat fleksibel.
3)
Memiliki identitas diri yang jelas.
g. Bersikap Hangat
Yang
dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan
kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut
dan melakukan “sharing” dengan konselor. Apabila hal itu diperoleh maka klien
dapat mengalami perasaan yang nyaman.
h. Actives Responsiveness
Melalui
respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap
kebutuhan klien. Di sini konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan
umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna mengemukakan
gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan
yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i. Sabar (Patience)
Melalui
kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih
memperhatikan diri klien dari pada hasilnya.
j. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas
ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang
tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun
diri sendiri.
Konselor yang sensitif akan mampu
mengungkapkan atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi
klien.konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut:
a.
Sensitif terhadap reaksi dirinya
sendiri.
b.
Mengetahui kapan, di mana, dan berapa
lama mngungkapkan masalah klien (probing).
c.
Mengajukan pertanyaan tentang persepsi
klien tentang masalah yang dihadapinya.
d.
Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah
tersinggung dirinya.
k. Kesadaran Holistik (Holistic
Awareness)
Pendekatan
holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan
tidak mendekatinya secara sepihak. Namun bukan berarti bahwa konselor harus
ahli dalam berbagai bidang dan segala hal.
Konselor
yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai
berikut.
1)
Menyadari secara akurat tentang
dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
2)
Menemukan cara memberikan konsultasi
yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan).
3)
Akrab dan terbuka terhadap berbagai
teori.
Shertzer dan Stone (1971)
mengemukakan beberapa pendapat tentang kualitas konselor, yaitu sebagai berikut
:
a.
Menurut NVGA (National Vocational
Guidance Association) sifat-sifatnya :
1.
Mempunyai minat untuk membantu orang
lain.
2.
Sabar.
3.
Sensitif terhadap reaksi dan sikap orang
lain.
4.
Emosinya stabil.
5.
Dapat dipercaya.
b.
Hamrin dan Paulson mengemukakan
sifat-sifat baik konselor adalah :
1.
Memahami diri sendiri dan klien.
2.
Simpatik.
3.
Bersahabat.
4.
Memiliki “sense of humor”.
5.
Emosinya stabil.
6.
Toleran.
7.
Bersih-tertib.
8.
Sabar.
9.
Objektif.
10.
Ikhlas.
11.
Bijaksana.
12.
Jujur-terbuka.
13.
Kalem.
14.
Lapang hati.
15.
Menyenangkan.
16.
Memiliki kecerdasan.
17.
Bersikap tenang.
c.
Council of Student Personnel Association
in Higher Education merekomendasikan kualitas konselor, yaitu :
1.
Memiliki perhatian terhadap mahasiswa.
2.
Percaya terhadap kemampuan mahasiswa.
3.
Memahami aspirasi mahasiswa.
4.
Memiliki perhatian terhadap pendidikan.
5.
Sehat jasmani-rohani.
6.
Memiliki kemauan untuk membantu orang
lain.
7.
Respek terhadap orang lain.
8.
Sabar.
9.
Memiliki rasa humor.
d.
Association for Counselor Education
& Supervision mengemukakan 6 sifat dasar konselor, yaitu :
1.
Percaya terhadap individu.
2.
Komitmen terhadap nilai manusiawi
individu.
3.
Memahami perkembangan lingkungan.
4.
Bersikap terbuka.
5.
Memahami diri.
6.
Komitmen terhadap profesi.
Thohari Musnamar dkk. (1992)
mengemukakan sifat yang baik konselor, yaitu :
1.
Siddiq, mencintai dan membenarkan
kebenaran.
2.
Amanah, bisa dipercaya.
3.
Tabligh, mau menyampaikan yang layak
disampaikan.
4.
Fatonah, cerdas atau berpengetahuan.
5.
Mukhlis, ikhlas dalam menjalankan tugas.
6.
Sabar, artinya ulet, tabah, tidak mudah
putus asa, tidak mudah marah, dan mau mendengarkan keluh kesah klien dengan
penuh perhatian.
7.
Tawadlu, rendah hati atau tidak sombong.
8.
Saleh, artinya mencintai, melakukan,
membina, dan menyokong kebaikan.
9.
Adil, mampu mendudukan persoalan secara
proporsional.
10.
Mampu mengendalikan diri, menjaga
kehormatan diri dan klien.
12. Model-model Bimbingan
a. Model Bimbingan Periode Awal
1) Model Parsonian
Model
bimbingan ini merupakan buah pikiran atau gagasan dari “Founding Father of
Guidance”, yaitu Frank Parson. Model ini berupaya menjodohkan (matching)
karakteristik (kemampuan, minat, dan temperamen) individu dengan syarat-syarat
yang dituntut suatu pekerjaan (okupasi).
Ada 3 faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dalam memilih satu pekerjaan, yaitu :
1.
Man Analysis, dalam hal ini konselor
bersama klien bersama-sama menganalisis kapabilitas, minat, dan temperamen
klien.
2.
Job Analysis, klien atau individu
menelaah, mengkaji peluang, persyaratan, dan prospek pekerjaan dari berbagai
lini pekerjaan.
3.
Joint and Cooperative Comparison of
These Two Sets of Analysis, konselor bersama klien memadukan atau menjodohkan
kedua data hasil analisis di atas.
2) Bimbingan Identik dengan Pendidikan
Yang
mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan pendidikan adalah Brewer,
yaitu melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan pada tahun
1932. Brewer berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan para
siswa agar mampu melakuan aktivitas-aktivitas yang bermakna, melalui
pengetahuan dan kebijakan.
Brewer mengemukakan beberapa kriteria
bimbingan sebagai berikut.
a.
Individu dibimbing dalam upaya
memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau meraih tujuan.
b.
Seseorang dibimbing biasanya berdasarkan
permintaan atau inisiatifnya.
c.
Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat,
dan pemahaman.
d.
Pembimbing harus memiliki pengalaman,
pengetahuan, dan kebijakan.
e.
Metode bimbingan hendaknya memberikan
peluang kepada individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f.
Individu yang dibimbing secara progresif
menerima bimbingan, dan mengambil keputusan sendiri.
g.
Bimbingan memeberikan bantuan kepada
individu agar dapat membimbing diri sendiri secara lebih baik.
Istilah
“educational guidance” pertama kali digunakan oleh Truman L.Kelley dalam
disertasinya di fakultas keguruan Universitas Columbia pada tahun 1914. Pada
tahun berikutnya muncul para ahli lain yang berpendapat sama dalam mengidentikan
bimbingan dengan pendidikan. Para ahli itu adalah :
1.
Meyer Bloomfield mengemukakan bahwa “all
aducation is now recognized as guidance.
2.
Hawkes menyatakan bahwa “education is
guidance and guidance is education”.
3.
Hildreth berpendapat bahwa tidak ada perbedaan
yang berarti antara pendidkan dan bimbingan, baik dalam tujuan, metode, maupun
hasil.
b.
Model Bimbingan Periode Berikutnya
1. Bimbingan sebagai distribusi
dan penyesuaian
Wiliam M Proctor meyakini bahwa para siswa
membutuhkan bantuan dalam memilih bidang studi kegiatan exstra kurikuler,
pendidikan lanjutan sesuai dengan kemampuan minat dan tujuan nya. Koos dan
kafaufer memperkuat pendapat proctor bahwa bimbingan berfungsi distributive dan
penyesuaian. Kafaufer menekankan bahwa bimbingan harus melaksanakan 2 fingsi
pokok, yaitu Distribusi dan Penyesuaian.
Bimbingan
distributif dan penyesuaian berfungsi :
a.
Membantu
siswa memperoleh efisiensi dan kepuasan dalam aktifitasnya.
b.
Membantu
siswa memilih kegiatan di luar sekolah.
c.
Membantu
siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan tujuan yang ingin di
capai.
d.
Membantu
siswa untuk memperoleh informasi.
2. Bimbingan Sebagaian Proses
Klinis
Pertamakali diperkenalkan oleh M.S Viteles, Donald G
Paterson dan E.G Wiliamson.
Cirri_cirinya
:
1.
Sebagai
protes terhadap metode tiruan yang sering di anggap sebagai bombingan.
2.
Mengembangkan
teknik_teknik untuk menganalisis individu.
3.
Menekankan
peranan konselor secara professional yang bertugas membantu
siswa yang memiliki masalah penyesuaian
diri.
4.
Mengikuti
prosedur yg teratur analisis, sintesis,
dianoksis, proknosis, konselin
dan tindak lanjut.
Model bimbingan klinis ini pendekatannya bersifat
direktif yang efisien dan ekonomis, sihingga konselor dapat bekerja dengan
lebih banya klien.
3. Bimbingan Sebagai Pengambilan
Keputusan
Diperkenalkan pertama kali oleh Jones dan myer. Myer mengemukakan pengambilan keputusan melibatkan
2 hal, yaitu Keragaman kemampuan individu dan Keragaman alternative bimbingan.
Menurut katz kemampuan mengambiul keputusan
dipengaruhi oleh factor-faktor sosio- cultural. Pengambilan keputusan terjadi
ketika seseorang .
1. Tedak mengetahui informasi yang
di perlukan.
2. Tidak memiliki informasi yang di
inginkan.
3. Tidak menggunakan informasi yang
di miliki.
model
bimbingan ini beramsumsi bahwa :
1.
keragaman
antar individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun
interes.
2.
permasalahn
tidak dapat diselesaikan oleh pemuda tanpa bantuan oranglain.
4. Bimbingan sebagai system
eklektik
Strang berpendapat bahwa bimbingan sebagai upaya
yang positif. Menurut dia yang menjadi inti layanan bimbingan adalah :
1.
mengetahui
individu.
2.
mengetahui
peluang- peluang pendidikan.
3.
membantu
idividu melakukan pilihan melalui bimbingan kelompok.
bimbingan
ini memiliki beberapa asumsi :
1.
individu
memerlukan bantuan provesianal secarea periodic.
2.
individu
memiliki kemampuan untuk elajar dan membuat perencanaan.
3.
memberikan
layanan yang berorentasi kepada teori tunggal.
C. Model bimbingan
kontenporer
1. bimbingan
sebagai konstilasi layanan
Hoyt
mengartikan bahwa bimbingan sebagai bagian dari layanan pribadi siswa yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu melalui perluasan pelayanan
sekolah bagi para siswa.
Hoyt
mengemukakan bahwa :
1.
program
bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor tetapi tanggung jawab
personil sekolah.
2.
konselor
merupakankunci yang bertanggung jawab terhadap program bimbingan.
3.
Tugas
utama konselor adalah menjalin kerjasama dengan guru.
Ada 3 aktifitas utama konselor, yaitu :
1.
Memberikan
layanan secara langsung kepada siswa.
2.
Berkontribusi
kepada semua aktifitas dalam penyelenggaraan bimbingan.
3.
Mempelajari
dan menapsirkan data siswa.
Tugas – tugas konselor yaitu :
1.
Mengumpulkan
data siswa dalam rangka memahami karakteristik pribadinya.
2.
Memberikan
layanan informasi pendidikan dan jabatan.
3.
Memberi
layanan konseling.
4.
Melakukan
referral ke pihak lain.
5.
Memberi layanan kelompok.
6.
Melakukan
penelitian tentang kebutuhan dan masalah siswa.
Model
konstelasi ini biasanya eksis di sekolah untuk mendukung pekerjaan para guru.
2. Bimbingan Perkembangan
Bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu
proses perkembangan yang menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik
dalam semua hasil perkembangan nya.
Mathewson
mencatat 4 hal mengapa individu membutuhkan bimbingan :
a.
Kebutuhan
individu untuk menilai dan memahami diri.
b.
Kebutuhan
menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan lingkungan.
c.
Kebutuhan
memiliki wawasan tentang berbagai kondisi yang terjadi pada masa
sekarang
dan yang akan datang.
d.
kebutuhan
untuk mengembangkan potensi pribadi.
a. Landasan filosofis
Pengembangan di arahkan kepada pencapaian
perkembangan pribadi yang ade kuat dan efektif melalui pemahaman diri dan
lingkungan dan pemahaman nilai-nilai pribadi social.
b. Landasan individualitas
Menekankan pada :
1.
Kekuatan
individu untuk merancang bereaksi dan
menilai hubungan nya dengan
lingkungannya.
2.
Pengmbangan
potensi diri.
3.
Cara
individu dalam menapsirkan lingkungan.
c. Landasan organisatoris
Bimbingan
dan pendekatan perkkembangan didasarkan pada premis-premis :
1.
Semua
individu membutuhkan bimbingan dalam rentang hidupnya.
2.
Prosesnya
bersifat komprehensif.
3.
Bimbingan
di arahkan kepada pengembangan kemampuan atau potensi individu.
3. Bimbingan Sebagai Ilmu Pengetahuan tentang
kegiatan yang bertujuan
Diajukan sejak tahun 1962 oleh Tiedeman dan Field.
bahwa praktek bimbingan yang terjadi merefleksikan keinginan-keinginan untuk
membuat pengajara lebih efektif.
Tiedeman dan field mengemukakan 3 upaya menjadikan
bimbingan sebagai pekerjaan professional :
a.
Lahirnya
organisasi-organisasi professional seprti “the American personnel and
guidance
association” dan “theamerican psychological association.”
b.
Pengaruh
hubungan keuangan dan hokum seperti dukungan dari”national defense
education
act” pada tahun 1958.
c.
Dukungan
para teoritisi, seprti Mathewson, sonald super, dan wren.
4. Bimbingan sebagai rekontruksi
sosial
Tugas utama bimbingan nya adalah mengembangkan
potensi dan menemukan cara-cara mengepresikan diri siswa sesuai dengan norma-norma
di masarakat. Bimbingan harus di rancang secara sistimatis dan mendorong siswa
untuk menelaah nilai-nilai dan untuk menjalani kehidupan yang teruji.
5. Bimbingn sebagai pengembangan
pribadi
Dikembangkan oleh krisdkhas pada akir tahun 1990
kehas mengemuklakan asumsi tentang pendidikan :
1.
Pendidikan
adalah pengajaran
2.
Yang
menjadi perhatian utama adalah proses belajar mengajar
3.
Hubungan
yang utama adalah guru dengan siswa
4.
Hanya
ada satu tipe pendidik yaitu guru
Kehas berpendapat bahwa taching dan konseling
merupakan dua pendekatan yang berhubungan dengan siswa, yang bersifat
komplementer dan kolaboratif.
6. Konseling keterampilan hidup
Kata skil berkenaan dengan :
1.
wilayah
keterampilan
2.
level
of competence
3.
knowledge
and sekuence of choices
keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk membuat dan mengimplementasikan sekuensi pilihan untuk mencapai tujuan. Sementara
life skill diartikan sebagai sikap dan kemampuan untuk menghadapi berbagai
problema kehidupan secara wajar dan menemukan solusinya. Pemanfaatan beberapa
pendekatan itu Nampak dalam unsure-unsur kerangka kerja dasar konseling live
skill sebagai berikut :
a.
pentingnya
membangun hubungan bantuan yang sportif dan pemberian kepada
kilien
b.
pengembangan
keterampilan berfikir
c.
pengembangan
keterampilan berprilaku
d.
pengembangan
dorongan, pilihan dan tanggung jawab pribadi
Proses
konsling keterampilan hidup
(1). Tujuan konseling
Konseling
keterampilan hidup bertujuan untuk
membantu individu, tujuan di antaranya yaitu sebagai berikut :
(a)
individu (klien) mampu membantu dirinya
sendiri dengan cara mengembangkan keterampilan
berfikir (thingking skills) dan bertindak (action skills) sehingga dapat
mengatasi masalah yang sedang di alami dan mencegah masalah di masa depan.
Keterampilan berfikir di tandai
beberapa karekteristik, 1) memiliki tanggung jawab sendiri untuk melakukan
sesuai dengan apa yang di kehendaki ; 2)
melakukan “self talk” hal yang positif untuk memecahkan suatu masalah; 3) berfikir realistik atau rasional, tidak
bersifat irasional, seperti pikiran semua orang harus menyangi saya; 4)
memiliki presepsi yang akurat; 5) menjelaskan tentang penyebab suatu pristiwa yang akurat.
(b)
Individu
agar menjadi “the skilled person” memilliki pengetahuan dan keterampilan untuk
hidup efektif. Individu yang telah mencapai :the skilled person” memiliki
karakteristik berikut
1)
Responsiveness,
yaitu keterampilan yang terkait dengan
kesadaran akan eksitensi dirinya,
seperti pemahaman perasaanya,motivasi internalnya dan kepekaan akan kecemasan perasaan
bersalahnya.
2)
Realism,
yaitu kemampuan berfikir yang realistik.
3)
Relating,keterampilan
dalam berinisiatif mendengarkan, bekerjasama,mengelola keterampilan dan
konfflik.
4)
Rewarding
activity, yang meliputi keterampilan bekerja, keterampilan studi (belajar), dan
keterampilan memelihara kesehatan fisik.
5)
Right
dan wrong, keterampilan menerapkan etika dalam kehidupan soal kemasyarakatan.
(2). Tahapan konsling
Proses konsling keterampilan hidup
melalui lima tahapan yang terangkumdalam akronim DASIE yaitu:
D =
DEVELOP the relationship, identify and clarify problem (s)
A =
ASSESS problem (s) and radefine inskills terms
S =
STATE working goals and plan intervetions
I =
INTERVENE to develop self-helping skills
E =
END and consolidate self-helping skills
Tahap 1
Mengembangkan hubungan,
identifikasi dan klarifikasi masalah,
tahap ini kontak permulaan dengan klien
ada dua fungsi utama yaitu 1) mengembangkan hubungan konseling yang
sportif (mendukung) dan, 2) bekerjasama dengan klien untuk memperoleh masalah
yang di alami klien.
Tahap 2
Menilai masalah dan
mendefinisikan kembali masalah pokok klien, tahap ini, konseler menganalisis informasi yang di
peroleh pada tahap satu untuk mengeksplorasi hipotesis (jawaban sementara)
tentang bagaimana klien berfikir (thinking skills) dan bertindak (action
skills) sehingga dia mengalami masalah (kesulitan).
Tahap 3
Merumuskan tujuan dan
merencanakan intervensi,
tahap tiga mempunyai dua fase. Fase yang pertama: merumuskan tujuan. Tujuan ini
merupakan harapan yang ingin di proleh klien setelah mengikuti konseling. Fase
kedua: merencanakan intervensi. Perencanaan ini bisa terstuktur atau terbuka.
Yang terstuktur terdiri atas tahapan (step-by-step) mengenai latihan atau
belajar yang terkait dengan pencapaian tujuan yang di harapkan.sedangkan
perencanaan terbuka, memungkinkan konselor dan klien dapat memilih bentuk
intervensi yang lebih bersifat fleksibel.
Tahap 4
Memberikan intervensi untuk
mengembangkan keterampilan klien membantu dirinya sendiri (self-helping), pada tahap ini ada tiga tujuan
yang akan di capai, yaitu: 1) membantu klien agar mampu mengelola masalahnya
secara lebih baik, 2) membantu klien mengembangkan keterampilanya, 3) membantu
klien agar menjadi “skilled person”.
Agar
dapat memberikan intervensi secara efektif, maka konselor perlu memiliki
keterampilan berkomunikasi. Tahap intervensi ini meliputi empat fase, yaitu: 1)
preparatory, sebagai fase persiapan bagi konselor untuk memikirkan tentang cara
yang terbaik untuk membantu klien, 2) initial, yang terkait dengan pertemuan,
penataan tempat duduk dan mempersilakan klien untuk mengutarakan maksudnya, 3)
working, yang terkait dengan tugas konselor untuk memfokuskan intervensinya
kepada pengembangan keterampilan berfikir dan bertindak klien, 4) ending, merupakan
tahap akhir dari proses konseling yang di fokuskan kepada perumusan kesimpulan
tentang hasil konseling.
Tahap 5
Mengakhiri konseling dan
melakukan konsolidasi,
di akhir pertemuan konselor bersama klien melakukan “review” (kaji ulang)
tentang kemajuan yang di peroleh dan melakukan konsolidasi.tahap ini klien di
dorong untuk merumuskan sendiri tentang 1) hasil yang di peroleh, 2) rancangan
kegiatan yang akan di lakukan sebagai tindak lanjut dari hasil tersebut, 3)
rencana pertemuan kembali dengan konselor.
7). Konseling Respectful
(Pemikiran Baru Tentang Konseling Diversitas)
Michael
D. Andrea dan judy daniels telah melakukan terobosan baru yaitu dengan
memunculkan model konsling respectful. Kerja konseling ini menekankan tentang
perlunya konselor menyadari, bahwa perkembangan psikologis, baik dirinya maupun
klien di pengaruhi faktor faktor multidimensi yaitu: spritual (R),etnik (E),
identitas seksual (S) , kematangan psikologis (P), kelas sosial ekonomi (E),
kronologis (C), ancaman (T), sejarah keluarga (F), keunikan karakteristik fisik
(U), dan lokasi tempat tinggal (L).faktor faktor tersebut terangkum dalam model
konseling RESPECTFUL.
a). Identitas religious (R)
identitas
religious ini merujuk pada keyakinan seseorang atau individu terhadap
“afterlife” (hari kiyamat), keterkaitan semua yang ada di dalam ini , tuhan dan
doa.
Dalam proses konseling konselor perli
memperhatikan tentang 1) apakah klien memiliki identitas ini, seberapa jauh
faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan pengalaman
hidupnya. 2) apakah konselor sudah memiliki keyakinan beragama yang kokoh
karena kualitas religius dirinya sangat berpengaruh kepada keberhasilan
konseling.
b) latar belakang ras, budaya, atau etnik (E)
“
multikulturalisme” merujuk kepada kekuatan keempat dalam konseling dab
psikologi. Berpengarauh pada konselor dalam 1) memandang klien yang datang dari
berbagai latar belakang budaya yang beragam, 2) menentukan strategi konseling
dalam rangka membantu perkembangan mental dan perasaan nyaman klien. Aspek ini
menegaskan bahwa konselor perlu memperhatikan latar belakang budaya, ras, dan
etnik klienya.
c) Identitas Seksual (S)
identitas
seksual disini memilki makna yang sangat luas ,yaitu meliputi aspek aspek
identitas gender , peran peran gender, dan orientasi seksual. Identitas gender
di pengaruhi oleh peran peran khusus yang harys di mainkan oleh pria atau
wanita dalam suatu budaya tertentu. Di liuar identitas dan peran gender,
identitas seorang juga di pengaruhi oleh orientasi sexsualnya. Orientasi
seksual dapat di katagorikan dalam 3 kelompok, yaitu:
a.
Biseksual,
merujuk kepada orang orang yang memiliki
minat seksual rangkap terhadap pria dan wanita.
b.
Heteroseksual,
merujuk kepada orang orang yang orientasi seksualnya di tujukan pada lawan
jenisnya.
c.
Homoseksual,
di gunakan untuk mengidentifikasi individu yang orientasi seksualnya di tujukan
pada jenis kelamin yang sama.
d) kematangan psikologis (P)
Ditilik dari aspek kematangan psikologis, klien yang
datang pada konselor dapat di katagorikan kepada klien yang “mature” (matang)
dan immature (tidak matang).klien yang aspek psikologisnya matang dapat di
gambarkan sebagai individu yang 1) dapat mendiskusikan masalah yang di
alaminya, 2) memiliki kesadaran yang tinggi, 3) memiliki interpersonal yang
luas.
Sedangkan klien yang aspek psikologisnya
tdak matang seperti 1) bersikap impulsif dalam berinteraksi sosial, 2)
kemampuan menyadari diri sangat rendah. Di samping itu konselor perlu menilai
kematangan psikologis durinya, karena proses konseling akan gagal (rusak).
Dalam hal inilah di perlunya konselor untuk senantiasa berintrospeksi atau
“self evaluation.”
e) Status sosial ekonomi (E)
ada enam katagori posisi kelas ekonomi individu
(khususnya USA), yaitu sebagai berikut:
(1)
The poor person : orang orang yang tidak
bekerja, pendidikanya di bawah SLTA dan memerlukan bantuan ekonomi.
(2)
The working poor : orang orang yang berpendidikan
SLTA atau setingkat diploma,yang penghasilanya kurang dari standar.
(3)
Working class : orang orang yang berpendidikan
SLTA atau diploma yang mempunyai hasil tahunya di atas sedikit gaji standar.
(4)
Middle class non-profesional : orang orang yang pendidikanya
tamatan SLTA,namun pengalaman training khusus dalam bidang pekerjaan
tertentu,penghasilan tahunya di atas rata rata nasional.
(5)
Middle class profesional : orang orang yang pendidikanya
tingkat diploma, namun memilki kemampuan profesional, penghasilan tahunanya di
atas rata rata di atas pendapatan nasional.
(6)
Upper class : orang orang yang penghasilan
tahunanya berada di atas 10 % rata rata pendapatan nasional.
e) tantangan
kronologis (C)
Konselor perlu
memahami tantangan tantangan yang di hadapi setiap individu (klien) berdasarkan
periode kronologisnya. melalui upaya ini di harapkan dapat meningkatkan
kemampunya dalam menerapkan strategi konseling.
g) Ancaman (thereat) terhadap kesejagtraan
individu (T)
Ungkapan
ini menggambarkan situasi situasi yang menempatkan individu dalam keadaan yang
berbahaya atau goncangan psikologis. Apabila stresor terus mengganggu individu,
maka dapat memperlemah kemampuan atau kekuatan pribadinya seperti kemampuan
mengatasi masalah, dan “self-esteem”-nya.
Warga
masyarakat yang dapat di katagorikan ke dalam kelompok indivdu yang rentan
strees adalah : yang miskin, tidak mempunyai tempat tinggal (rumah), remaja
yang mengandung di luar nikah, orang yang mengidap HIV atau AIDS.
h) Sejarah keluarga (f)
Dewasa
ini muncul sejumlah tipe keluarga (di amerika), seperti 1) single parent
families, 2) divorced families, 3) extended families, dan 4) families headed by
gay and lesbian parents. Sehubungan dengan hal di atas, konselor perlu memahami
pribadi klien yang berasal dari sistem atau tipe kelurga yang beragam tersebut.
Secara
tradisional, keunikan fisik ini sering di kaitkan dengan individu yang memiliki
gangguan fisik. Model konseling respectual menekankan pentingnya kepekaan
konselor terhadap cara cara individu (klien) dalam mempersepsi bentuk tubuh
atau citra kecantikan fisiknya yang relatif beragam.
j) lokasi tempat tinggal (L)
Setiap
daerah geografis, apakah perkotaan atau pedesaan , industri atau agraris, di
tandai oleh subkultur yang berbeda, baik menyangkut nilai nilai, adat istiadat,
maupun bahasa, yang itu semuanya berpengaruh terhadap gaya hidup setiap warganya.
Dalam upaya memperoleh layanan konseling yang etis
dan efektif pada abad ke 21 ini, maka konselor di tuntut untuk memiliki tingkat
kesadaran yang tinggi pengetahuan dan keterampilan konseling. Model konseling
RESPECTUAL di kembangkan untuk membantu konselor agar mampu berfikir lebih
holistik tentang klienya, juga mendorong para praktisi untuk mempertimbangkan
atau memikirkan bahwa kerangka kerja mereka di pengaruhi oleh berbagai faktor
yang beragam.
KONSELING
RELIGIUS
A.
PENGERTIAN
-
Secara garis besar menurut Imam Magdid
mengemukakan bahwa konseling islami itu diorientasikan untuk memecahkan masalah
a). Pernikahan dan keluarga, b).kesehatan mental, 3) kesadaran beragama.
-
Adapun beberapa pengertian lain yang
pada intinya mengemukakan bahwa koseling religius adalah proses bantuan kepada
individu ( baik peroranganmaupun kelompok) agar memperoleh pencerahan diri
dalam memahami dan mengamalkan nilai nilai agama (aqidah, ibadah dan akhlak
mulia) melalui uswah hasanah (contoh tauladan yang baik), pembiasaan atau pelatihan,
dialog dan pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini samapi usia
tua, dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
B.
PRINSIP
Konseling islami
meiliki beberapa prinsip, yaitu : a).Kerahasiaan/confidentiality,
b).kepercayaan/trust, c).kecintaan
berbuat baik kepada orang lain, d). Mengembangkan sikap persaudaraan, atau
menciptakan sikap damai diantara sesama, e). Memperhatikan masalah masalah kaum
muslimin, f). Memiliki kebiasaan untuk mendengarkan yang baik, g).memahami
budaya orang lain, h).adanya kerjasama antara ulama dan konselor, i). Memiliki
kesadaran hukum, j). Bertujuan untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kepada
Allah, dan k). Menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai (uswah hasanah) utama dalam
kehidupan, khusunya menyangkut sikap kasih sayangnya kepada orang lain.
C.
TUJUAN
Secara khusus,
konseling islami bertujuan membantu individu agar memiliki sikap, kesadaran,
pemahaman; atau perilaku sebagai berikut :
1. Memiliki
kesadaran akan hakikat dirinya sebagai mahluk atau hamba Allah.
2. Memiliki
kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah
3. Memahami
dan menerima keadaan dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) secara sehat.
4. Memiliki
kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan waktu luang.
5. Bagi
yang sudah berkeluarga seyogianya menciptakan iklim keluarga yang fungsional.
6. Memiliki
komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama(beribadah) dengan
sebiak baiknya, baik yang bersifat Hablumminallah maupun yang bersifat
hablumminannas.
7. Memiliki
sikap dan kebiasaan belajar atau bekerja yang positif.
8. Memahami
masalah dan mengahdapinya wajar, tabah atau sabar.
9. Memahami
faktor faktor yang menyababkan timbulnya masalah atau stres.
10. Mampu
mengubah persepsi atau minat.
11. Mampu
mengambil hkmah dari musibah yang dialami.
12. Mampu
meredam emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.
D.
BIDANG
KONSELING
Dalam hal ini konseling
memfasilitasi individu agar berkembang menjadi manusia yang produktif dan
kontributif. Prodiktif artinya individu memiliki ciri yang sehat, bertanggung
jawab, jujur, berilmu, beretos kerja yang tinggi, kaya gagasan dan memiliki
kemampuandalam mengahadapi berbagai macam tantangan kehidupan. Sedangkan
kontributif berarti individu memiliki
ciri yang amar ma’ruf nahyi munkar. Adapun bidang konseling yang terkait dengan
masalah masalah yang dialamiindividu dapat dikategorikan kedalam bidang
pribadi, sosial, pernikahan dan keluarga serta pekerjaan. Masing masing bidang
itu dijelaskan sebagai berikut :
1.
Bidang Pribadi :
Yaitu
menyangkut masalah masalah yang bersifat pribadi atau berakhlak buruk. Untuk
mencegah berkembangnya sifat sifat yang tidak baik pada diri individu, maka
melalui konseling dikembangkan a. Kesadaran akan jati dirinya sebagai hamba
Allah dan khalifah, b. Pemahaman dan kemampuan untuk menampilkan pribadi yang
berakhlakul karimah, c. Pemahaman akan romantika kehidupan antara nikmat dan
musibat, kesulitan dan kemudahan, dan d. Kemampuan untuk mewujudakan dirinya
sebagai “khairun naas anfa’uhum linnaas”.
2.
Bidang Sosial
Manusia
sebagai mahluk sosial senantiasa dalam kehidupannya selalu berinteraksi demgan
berbgai keragaman karakteristik, keragaman karakteristik itu dapat berupa
pendapat, kemamapuan, kepentingan, status sosial ekonomi, latar belakang suku
budaya dll, selaian memberikan hasanah keragaman yang baik keragaman
karakteristik juga dapat memberikan dampak negatif sepeti sikap saling curiga
dll.
3.
Bidang pernikahan dan keluarga
Pernikahan
merupakan lembaga keagamaan yang bersifat sakral yang memberikan legalitas
pergaulan terhadap dua insan yang berbeda jenis. Untuk mencegah hal hal yang
tidak diinginkan dalam pernikahan ataupun keluarga yang dibangun maka perlu
diberikan konseling terhadap individu tersebut.(marriage counseling).
4.
Belajar (thalabul ‘ilmi)
Dalam
islam menuntut ilmu atau belajar itu hukumnya wajib, namun yang menjadi masalah
umat islam dewasa ini adalah dalam umat islam belim terciptanya budaya belajar
yang duharapkan, semangat belajar yang masih lemag, sehinggat tingkat
pendidikan pada umat islam masih rendah, yang menyebabkan lemahnya penguasaan
umat islam dalm bidang ilmu dan teknologi, disinilah peran vital konseling
untuk membantu mengatasi problema tersebut.
5.
Pekerjaan (karir)
Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia dituntut untuk bekerja mencari nafkah. Kaitan
konseling dengan pekerjaan ini adalah a. Menyadari bahwa bekerja ini adalah
salah satu kewajiban agama., b. Memiliki sikap positif terhadap pekerjaan yang
halal, c. Memiliki etos kerja yang tinggi, d. Menggunakan atau memenfaatkan
hasil pekerjaannya untuk keperluan pribadi atau keluarga serta infaq fi
sabilillah.
E.
KEGIATAN
LAYANAN.
Kegiatan konseling
dapat dilakukan dengan beberapa layanan, yaitu :
1.
Tabayyun yaitu memperoleh kejelaasan
informasi atau data mengenai pribadi klien.
2.
Al-hikmah adalah Memeberikan wawasan
keilmuan atau memberikan informasi tentang berbagai hal yang bermakna bagi
klien dalam upya mengembangkan atau mengaktualisasikan potensi dirinya.
3.
Mau’idah (taushiah) yaitu pemberian
nasihat kepada klien yang mengalami masalah secara individual.
4.
Mujadalah yaituUpaya menciptakan situasi
yang dialogis dalam proses konseling secara kelompok.
F.
KARAKTERISTIK
KONSELOR
1.
Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
2.
Berakhlakul karimah
3.
Memiliki kemampuan profesional (
memiliki wawasan keilmuan dan keterampilan dalam bidang konseling).
PENDEKATAN
BIMIBINGAN
1, Pendekatan krisis
Pendekatan krisis adalah pendekata yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Dalam pendekatan krisis ini, konselor menuggu klien yang datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien. Pendekatan ini dipengaruhi oleh aliran psikoanalis yaitu terpusat pada masa lampau sebagai suatu hal yang menentukan bagi berfungsinya kepribadian pada masa kini.
Pendekatan krisis adalah pendekata yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Dalam pendekatan krisis ini, konselor menuggu klien yang datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien. Pendekatan ini dipengaruhi oleh aliran psikoanalis yaitu terpusat pada masa lampau sebagai suatu hal yang menentukan bagi berfungsinya kepribadian pada masa kini.
2. Pendekatan remedial
Pendekatan remedial memiliki tujuan untuk memperbaiki kesulitan kesulitan yang dialami individu. Pendekatan ini lebih dipengaruhi oleh psikologi behavioristik yaitu menkankan pada perilaku klien disini dan saat ini.
Pendekatan remedial memiliki tujuan untuk memperbaiki kesulitan kesulitan yang dialami individu. Pendekatan ini lebih dipengaruhi oleh psikologi behavioristik yaitu menkankan pada perilaku klien disini dan saat ini.
3. Pendekatan preventif
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah masalah umum individu dan mencoba mencegah jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu.
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah masalah umum individu dan mencoba mencegah jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu.
4.Pendekatan perkembangan
Visi bimbingan konseling adalah edukatuf, perkembangan dan ouyreach. Edukatif, karena titik berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik.
Visi bimbingan konseling adalah edukatuf, perkembangan dan ouyreach. Edukatif, karena titik berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik.
LANDASAN
HISTORIS
Pendahuluan
Secara
umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui
sejarah. Sjarah tentang “developing one’s potential” (pengembangan potensi
individu) dapat ditelusuri dari masyarakat yunani kuno. Mereka menekankan
tentang upaya-upaya untuk mengembangkan dan memperkuat individu melalui
pendidikan, sehingga mereka dapat mengisi peranannya di masyarakat. Mereka
meyakini bahwa dalam diri individu terdapat kekuatan-kekuatan yang dapat
distimulasi dan dibimbing kea rah tujuan –tujuan yang berguna, bermanfaat, atau
menguntungkan baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat.
Terkait
dengan perhatian masyarakat Yunani ini, Plato dapat dipandang sebagai
“konselor” Yunani Kuno, karena dia telah menaruh perhatian yang begitu besar
terhadap pemahaman psikologis individu, seperti menyangkut aspek isu-isu moral,
pendidikan, hubungan dalam masyarakat, dan teologis. Dia juga menaruh perhatian
terhadap masalah-masalah (1) bagaimana membangun pribadi manusia yang baik
melalui asuhan atau pendidikan formal, (2) bagaimana caranya supaya anak dapat
berfikir lebih efektif, dan (3) teknik apa yang telah berhasil mempengaruhi
manusia dalam kemampuannya mengambil keputusan dan mengembangkan keyakinannya.
Paparan
diatas merupakan sekilas pandangan para tokoh tentang bagaimana bmbingan dn
konseling itu berkembang, dari mulai zaman yunani kuno sampai dengan abad
18-an.
1.
Perkembangan
layanan bimbingan di Amerika
Gerakan
bimbingan di sekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industry,
dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri.
Pada tahun 1898, Jesse B. Davis, seorang konselor sekolah di Detroit memulai
memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907,
dia diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids, Michigan. Dia memasukkan
program bimbingan di sekolah tersebut. Tujuan dari program bimbingan di sini
adalah untuk membantu siswa agar mampu (a) mengembangkan karakternya yang baik
(memiliki nilai moral, ambisi, bekerja keras, dan kejujuran) sebagai asset yang
sangat penting bagi setiap siswa (orang) dalam rangka merencanakan,
mempersiapkan dan memasuki dunia kerja (bisnis); (b) mencegah dirinya dari
perilaku bermasalah, dan (c) menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum
(mata pelajaran).
Pada
waktu yang sama para ahli lainnya juga mengembangkan program bimbingan ini,
seperti berikut.
a. Eli
Weaper, pada tahun 1906 menerbitkan booklet tentang “Memilih Suatu Karir.” Dia
telah berhasil membentuk Komite Guru Pembimbing di setiap sekolah menengah di
New York. Komite-komite ini aktif bekerja untuk membantu para pemuda (remaja)
dalam menemukan kemampuan-kemampuannya dan belajar tentang bagaimana
menggunakan atau mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka
menjadi seorang pekerja atau pegawai yang produktif.
b. Frank
Parson, yang dikenal sebagai “Father of
the Guidance movement in American education” mendirikan Biro Pekerjaan
(Vocational Bureau) pada tahun 1908 di Boston, Massachussets, yang tujuannya
adalah membantu para pemuda untuk memilih karir yang didasarkan atas proses
seleksi secara ilmiah dan melatih para guru untuk memberikan pelayanan sebagai
konselor vokasional.
c. E.G.
Williamson. Model bimbingan sekolah yang dikembangkan oleh Williamson terkenal
dengan nama trait and factor (directive)
guidance. Peranan konselor bersifat direktif dengan menekankan kepada (a)
mengajar keterampilan, dan (b) membentuk (mengubah) sikap dan tingkah laku.
d. Carl
R. Rogers mengembangkan teori konseling client-centered,
yang tidak terfokus kepada masalah, tetapi sangat mementingkan hubungan antara
konselor dengan kliennya. Pendekatan konseling merupakan respon terhadap
pendekatan konseling yang direktif bersifat sempit dan terfokus kepada masalah.
Pada
tahun 1950 terjadi peristiwa peluncuran Sputnik
I Uni Soviet. Peristiwa ini sangat mencemaskan warga Negara Amerika Serikat,
karena mereka berpikir bahwa peristiwa ini merupakan isyarat tentang dominasi
Uni Soviet dalam bidang teknologi industry dan bidang ilmiah lainnya. Untuk
merespon protes warga masyarakat, pada bulan September tahun 1958 Kongres
menyusun undang-undang, termasuk undang-undang pertahanan pendidikan nasional
(National Defense Education Act). Undang-undang ini memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk mengucurkan dana bagi pendidikan, seperti untuk
pelatihan para konselor SLTP dan SLTA, dan mengembangkan program testing,
program konseling sekolah, dan program bimbingan lainnya. Peristiwa yang
terjadi pada bulan September tahun 1958 ini merupakan “land mark” (peristiwa penting) dalam dunia pendidikan di Amerika,
termasuk gerakan bimbingan dan konseling.
Selama
tahun 1960, 1970, dan 1980-an, telah terjadi perkembangan dalam peran dan
fungsi konselor sekolah. Perkembangan tersebut meliputi:
(a) pengembangan,
penerapan, dan evaluasi program bimbingan
komprehensif;
(b) pemberian
layanan konseling secara langsung kepada para siswa, orang
tua, dan guru;
(c)
perencanaan pendidikan dan pekerjaan;
(d)
penempatan siswa;
(e)
layanan “referral”, rujukan; dan
(f)
konsultasi dengan guru-guru, tenaga administrasi, dan orangtua.
Perkembangan
program bimbingan dan konseling di sekolah dipengaruhi juga oleh munculnya
berbagai organisasi professional dalam bidang konseling, seperti:
(a)
American Counseling Association (ACA),
(b)
American School Counselor Association (ASCA), dan
(c)
Association of Counselor Education and Supervision (ACES).
Bradley
(John J. Pietrofesa et.al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan
tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu.
1. Vocational
Exploration, yaitu tahapan yang menekankan tentang
analisis individual dan pasaran kerja. Tahapan yang mencoba menjodohkan manusia
dengan pekerjaan.
2. Meeting
Individual Needs, yaitu tahapan pada periode 40 s.d.
50-an yang menekankan kepada upaya membantu individu agar memperoleh kepuasan
kebutuhan hidupnya. Perkembangan bimbingan dan konseling pada tahap ini
dipengaruhi oleh pendapat Maslow dan Rogers, yaitu bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
3. Transisional
Professionalism, yaitu tahapan yang memfokuskan
perhatiannya kepada upaya profesionalisasi konselor.
4. Situational
Diagonosis, yaitu tahapan yang terjadi pada tahun 1970-an,
sebagai periode perubahan dan inovasi. Pada tahapan ini, ada penekanan yang
lebih kepada analisis lingkungan dalam proses bimbingan, dan gerakan untuk
menjauhi cara-cara terapeutik yang hanya terpusat kepada diri individu.
Kowitz
& Kowitz (1971 dalam John J. Pietrofesa et.al., 1980) mencatat lima gerakan
bimbingan dalam pendidikan, yaitu :
·
Pertama, gerakan penyesuaian hidup
dengan memperhatikan persiapan vokasional, keragaman individu, dan kurikulum.
·
Kedua, gerakan perkembangan nak pada
tahun 1920-an yang dipengaruhi oleh perkembangan teori psikoanalitik, yang
menyatakan pentingnya pengalaman masa anak sebagai dasar perkembangan
selanjutnya.
·
Ketiga, gerakan yang melibatkan konsep
guru-konselor. Selama periode ini, guru dipandang sebagai orang yang dapat
memfasilitasi pencapaian tujuan bimbingan.
·
Keempat, gerakan proyek atau program
khusus yang menekankan tentang filsafah aktivisme social (philosophy of social
ativism).
·
Kelima, gerakan yang menaruh perhatian
terhadap redefinisi tujuan bimbingan dan prinsip-prinsip ilmiah bimbingan.
2.
Perkembangan
layanan bimbingan di Indonesia
Perkembangan
layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan Amerika. Jika di Amerika dimulai
dari usaha perorangan dan pihak swasta, kemudian usaha pemerintah. Sementara di
Indonesia, dimulai dengan kegiatan di sekolah dan usaha pemerintah.
Layanan
bimbingan dan Konesling di Indonesia telah mulai dibicarakan secara terbuka sejak
tahun 1962, ditandai dengan adanya perubahan system pendidikan di SMA, yaitu
terjadinya perubahan nama menjadi SMA Gaya Baru, dan berubahnya waktu
penjurusan, yang awalnya di kelas 1 menjadi kela II. Puncak perkembangan ini
adalah didirikannya jurusan bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Negeri. Salah satu yang
membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan adalah IKIP Bandung, yaitu pada tahun
1963. IKIP Bandung ini sekarang sudah berganti nama yaitu Universitas
Pendidikan Indonesia.
Secara
formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya
kurikulum 1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian
integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh yang sangat
berarti terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Usaha
memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukan UU No. 2/1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lalu
UU tadi diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Bab X Pasal 25/1990
dan PP No.29 Bab X Pasal 27/1990. Penataan Bimbingan terus dilanjutkan dengan
dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya.
Perkembangan
bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan terjadinya
perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001. Pemunculan
nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus
tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan public.
Berdasarkan
penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan bimbingan dan
konseling di Indonesia, Prayitno (2003) mengemukakan bahwa periodesasi
perkembangan gerakan bimbingan dan penyuluhan di Indonesia melalui lima
periode, yaitu: periode prawacana, pengenalan, pemasyarakatan, konsolidasi, dan
tinggal landas.
Untuk
lebih memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi, dewasa in
telah banyak kegiatan yang dilakukan, baik yang berupa seminar, lokakarya,
maupun penerbitan buku dan jurnal. Pada bulan Desember 2003 ABKIN telah menyelenggarakan
Konvensi Nasional XIII yang diisi dengan kegiatan seminar dan lokakarya
(Semiloka) yang bertemakan “Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia Menuju
kea rah Standar Internasional”. Di samping itu, di setiap kota atau kabupaten
yang ada guru pembimbingnya telah dibentuk organisasi MGBK, yaitu Musyawarah
Guru Bimbingan dan Konseling, baik di tingkat SLTP maupun SLTA.
Yang
masih menjadi persoalan dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
sampai saat ini di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Masih
terdapat kesenjangan rasio konselor (guru pembimbing) dengan jumlah sekolah dan
jumlah peserta didik di setiap jenjang pendidikan, bahkan di Sekolah Dasar (SD)
atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) belum ada pengangkatan khusus seorang konselor.
b. Dampak
dari kesenjangan anatara jumlah konselor dengan jumlah sekolah, atau jumlah
peserta didik adalah (1) di sekolah-sekolah tertentu tidak ada guru pembimbing,
(2) di sekolah-sekolah tertentu ada guru pembimbing meskipun tidak seimbang
dengan banyaknya siswa, dan (3) untuk menutupi kekurangan guru pembimbing,
tidak jarang kepala sekolah mengangkat guru-guru mata pelajaran (yang jam
mengajarnya kurang) menjadi guru pembimbing.
c. Pengangkatan
guru mata pelajaran menjadi guru pembimbing di satu sisi memberikan impresi
positif bagi penyelenggaraan program BK di sekolah, namun di sisi lain
kebijakan tersebut melahirkan citra buruk bagi profesi bimbingan itu sendiri,
karena dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki keahlian tentang BK.
d. Meskipun
bimbingan dan konseling dipandang sebagai kegiatan professional, namun secara
hukum belum terproteksi oleh standar kode etik yang kokoh, yang memberikan
jaminan bahwa hanya lulusan pendidikan konselor lah yang bisa mengemban tugas
atau memberikan layanan bimbingan dan konseling.
e. Bimbingan
dan konseling masih belum familier di kalangan masyarakat.
f. Masih
ada kepala sekolah yang belum memahami secara tepat program bimbingan dan
konseling di sekolah, sehingga akhirnya mereka suka memberikan tugas kepada
guru pembimbing (konselor) yang mismatch, tidak proporsional, tidak sesuai
dengan peran yang sebenarnya.
g. Citra
bimbingan dan konseling semakin diperburuk dengan masih adanya guru pembimbing
yang kinerjanya tidak professional. Mereka masih lemah dalam (a) memahami
konsep-konsep bimbingan secara komprehensif (b) menyusun program bimbingan dan
konseling, (c) mengimplementasikan teknik-teknik bimbingan dan konseling, (d) kemampuan
berkolaborasi dengan pimpinan sekolah atau guru mata pelajaran, (e) mengelola
bimbingan dan konseling, (f) mengevaluasi program (proses dan hasil) bimbingan
dan konseling, dan melakukan tindak lanjut (follow up) hasil evaluasi untuk
perbaikan atau pengembangan program, dan (g) penampilan kualitas pribadinya,
yaitu mereka dinilai masih kurang percaya diri, kurang ramah, kurang kreatif,
kurang kooperatif dan kolaboratif.
h. LPTK
yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon guru pembimbing (konselor) masih
belum memiliki kurikulum yang mantap untuk melahirkan konselor-konselor yang
professional.
Langganan:
Postingan (Atom)