Jumat, 28 September 2012
media pembelajaran penjas di smp
Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan
Jasmani Di Tingkat SLTP
BAB I
A.
Latar
Belakang Masalah
Suatu
realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang studi
Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum memberdayakan
seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam menguasai materi
maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan hanya menggunakan talk
and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-materi dalam
Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja/kelas
yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di lapangan
sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien.
Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat
bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu
informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna
oleh siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Hal
ini disinyalir karena tidak tersedianya alat bantu tersebut dan kurangnya
kreativitas para guru. Tidak tersedianya media pembelajaran/alat bantu di
sekolah menjadi salah satu faktor penyebab guru malas dan kurang kreatif dalam
mengelola pembelajaran sehingga hanya bermodalkan talk and chalk.
Hal ini
sering kita jumpai dalam KBM bidang studi Penjas yang efeknya dapat
mengkondisikan siswa dalam situasi Duduk Diam Catat Hafal (DDCH). Hal ini tentu
bertentangan dengan tujuan pengajaran Penjas yang sangat kompleks yang
seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik,
dan sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya. Di samping itu, hal ini tentu
bertentangan dengan harapan masyarakat (orang tua anak) yang menginginkan
anak–anaknya tumbuh lebih kreatif, dapat menggunakan dan menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperolehnya secara efektif dalam pemecahan masalah–masalah
sehari-hari yang kontekstual.
Hal ini
sesuai dengan tuntutan dari UU RI No: 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 40 ayat 2A: “Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis
dan dialogis”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi
masalah dalam hal ini adalah :
1. Apakah penggunaan media (alat bantu)
dapat membantu kelancaran proses pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah
yang lebih efektif dan efisien?
2. Bagaimana caranya memodifikasi alat
bantu peluru dan pelampung dengan memanfaatkan limbah masyarakat?
C.
Tujuan
dan Manfaat
1.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan bagi para
guru Pendidikan Jasmani untuk lebih kratif dan inovatif dalam menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya.
2.
Manfaat
Dengan
dibuatnya karya tulis ini diharapkan para guru pendidikan jasmani termotivasi
untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain media/alat bantu pembelajaran materi
yang efektif dan efisien
BAB II
A. Hakekat Media
Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran” (2000:3) menyatakan
bahwa media adalah kata jamak dari medium, berasal dari bahasa Latin yang
berarti perantara atau pengantar. Pengertian secara harfiah ini selanjutnya
menurunkan berbagai definisi media seirama dengan perkembangan teknologi dalam
pendidikan seperti yang dikatakan dosen Program D2 PGSD Pendidikan Jasmani
(1991), Association for Education and Communication Technology (AECT)
mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses
penyaluran informasi. Sedang National
Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa media adalah segala hal
yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
perantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut sebagai perangkat
lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui
alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau
pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi (Sadiman,2002:6)
Latuheru
(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik
yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses
interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara
tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan
definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam
memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang
digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar
dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran
adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan apa itu
pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar.
Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M.
Saputra M.Ed menyatakan dalam bukunya “Belajar dan Pembelajaran” (2000: 2)
bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses perubahan tingkahlaku sebagai akibat
adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Tingkahlaku itu
menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tingkahlaku dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati dan yang tidak. Tingkahlaku yang
dapat diamati disebut dengan behavioral performance, sedangkan yang
tidak dapat diamati disebut behavioral tendency.
Muhibbin Syah M.Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru”
(1995:89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik
ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang dikutip dari buku
“Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:90) karangan Muhibbin Syah, M.Ed adalah sebagai
berikut :
Skinner,
seperti yang dikutip Barlow (1985)
dalam bukunya Educational Psychology :The Teaching-Learning Proces, berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang
berlangsung secara progesif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan
ringkasnya, bahwa belajar adalah . . . a process of progressive behavior
adaptation. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses
adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi
penguatan (reinforcer).
Skinner,
seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori
belajar berdasarkan proses conditioning yang pada prinsipnya
memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan
antara stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa
definisi yang bersifat behavioristik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen
dengan menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang menentangnya.
Chaplin
dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam
rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively
permanent change in behavior as a result of practice and experience.
Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai
akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya Process of acquiring
responses as a result of special practice, belajar adalah proses memperoleh
respons–respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman
dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning
is a change in organism due to experience which can affect the organism’s
behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman,
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan
belajar apabila mempengaruhi organisme.
Dalam
penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa
pengalaman pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan
untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu pengalaman hidup
juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang
bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang mengilhami gagasan everyday
learning (belajar sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John B. Biggs.
Witting
dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai any
relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs
as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap
yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkahlaku suatu organisme sebagai
hasil pengalaman.
Bertolak
dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan
sekali lagi bahwa perubahan tingkahlaku yang timbul akibat proses kematangan,
keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai proses
belajar.
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian
informasi dan pesan–pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula
dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat–sifat media tersebut.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media.
Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan
tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
C. Jenis-Jenis
Media Pembelajaran
Penggolongan
media pembelajaran menurut Gerlach
dan Ely yang dikutip oleh Rohani
(1997 : 16) yaitu :
1. Media
Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, foto, buku,
ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan
lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip),
transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram.
2. Media
Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected
still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4. Projected
motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
5. Benda
–benda hidup, simulasi maupun model.
D. Fungsi Media Pembelajaran
1. Media
pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para
peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari
faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan
buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi
perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung
yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud
bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar –gambar yang
dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media
pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam
kelas boleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
-
obyek terlalu besar;
-
obyek terlalu kecil;
-
obyek yang bergerak terlalu lambat;
-
obyek yang bergerak terlalu cepat;
-
obyek
yang terlalu kompleks;
-
obyek yang bunyinya terlalu halus;
-
obyek mengandung berbahaya dan resiko
tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua
obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3. Media
pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan
lingkungannya.
4. Media
menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media
dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media
membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media
membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media
memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan
abstrak.
Selain itu media memiliki multi makna,
baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam
definisi, disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud dan tujuannya
adalah :
- Media
sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi.
- Media
sebagai segala benda yang yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca,
atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
- Media
sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat
merangsang untuk belajar”.
- Media
sebagai wahana fisik yang mengandung intruksional.
- Media
harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya
terjadi proses belajar mengajar.
- Media
sebagai suatu teknik untuk menyampaikan suatu pesan, dimana media sebagai
teknologi pembawa informasi/pesan intruksional.
- Bila
media dipandang secara luas/makro dalam sistem pendidikan, maka media adalah
segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri
peserta didik.
E. Manfaat Media Pembelajaran
Media pembelajaran sebagai
alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah
suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang
gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan
pesan–pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa
bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh
siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi.
Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran,
tetapi dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran.
Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar
dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi
pembelajaran yang disampaikan.
Secara umum
manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
·
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
verbalistis (tahu kata–katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)
·
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya
indera.
·
Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat
dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
·
Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap
suatu masalah.
·
Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni
(2001 : 4) yaitu :
·
Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya
untuk menjelaskan peredaran darah.
·
Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat
di dalam lingkungan belajar.
·
Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya
pasar, candi.
·
Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati
dengan mata telanjang.
·
Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
·
Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung
dengan lingkungannya.
·
Membangkitkan motivasi belajar
·
Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh
anggota kelompok belajar.
·
Menyajikan informasi belajar secara konsisten
dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
·
Menyajikan informasi belajar secara serempak
(mengatasi waktu dan ruang)
·
Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.
F.
Prinsip–Prinsip
Memilih Media Pembelajaran
Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari
itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau
tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan
mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
1.
Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan
pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran,
untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu
kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu,
apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar
Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan
tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia
(farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).
2.
Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media
pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya,
cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media
pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya
pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru
untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi
3.
Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang
dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan
pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media
yang dapat dibandingkan.
G. Peranan Media dan Manfaatnya Dalam Proses
Pembelajaran
Proses
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Pengalaman menunjukkan
bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi penyimpangan–penyimpangan sehingga
komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Penyebab penyimpangan dalam
komunikasi pembelajaran antara lain adanya kecenderungan verbalisme dalam
proses pembelajaran, ketidak siapan siswa, kurangnya minat, kegairahan siswa
dan lain–lain.
Salah satu
upaya untuk mengatasi hal–hal tersebut di atas ialah penggunaan media dalam
proses pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi media dalam proses
pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus (informasi, dan lain–lain) dan
untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga dalam hal–hal
tertentu media mempunyai nilai–nilai praktis yang sangat bermanfaat baik bagi
siswa maupun guru.
Bagi siswa
media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan digambarkan dengan
warna–warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk berkonsentrasi pada
materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan keinginan dan minat baru
untuk belajar. Dengan media guru juga dapat mengatur kelas sehingga waktu
belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat yang lain adalah media dapat
dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja tanpa tergantung kepada keberadaan seorang guru.
Manfaat
media dalam proses pembelajaran secara umum adalah memperlancar proses
interaksi antara guru dan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal.
Lebih khusus manfaat media diidentifikasikan oleh Kemp dan Dayton (1985)
sebagai berikut :
1.
Penyampaian
materi dapat diseragamkan
2.
Proses
instruksional menjadi lebih menarik
3.
Proses
belajar siswa menjadi lebih interaktif
4.
Jumlah
waktu belajar-mengajar dapat dikurangi
5.
Kualitas
belajar siswa dapat ditingkatkan
6.
Proses
belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7.
Sikap
positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri
dapat ditingkatkan
8.
Peran
guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.
Berkaitan
dengan penyeragaman materi, guru mungkin mempunyai penafsiran yang
beranekaragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini
dapat direduksi dan disampaikan kepada siswa secara seragam. Setiap siswa yang
melihat atau mendengar uraian melalui media yang sama akan menerima informasi
persis sama dengan yang diterima oleh teman–temannya.
Proses
pembelajaran menjadi lebih menarik karena media dapat menyampaikan informasi
yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual) sehingga dapat mendeskripsikan
suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang bersifat
abstrak dan tidak lengkap menjadi lengkap dan jelas. Keingintahuan dapat
bangkit melalui media. Untuk menghidupkan suasana kelas, media merangsang siswa
bereaksi terhadap penjelasan guru, membuat siswa ikut tertawa atau ikut sedih.
Media memungkinkan siswa menyentuh objek kajian pelajaran, membantu siswa
mengkongkritkan sesuatu yang abstrak dan membantu guru menghindarkan suasana
monoton.
Media
memungkinkan proses pembelajaran lebih interaktif karena adanya interaksi
langsung antara siswa dengan lingkungan. Tanpa media guru akan cenderung
berbicara satu arah, namun dengan media guru dapat mengatur kelas sehingga
siswa ikut pula menjadi aktif.
Dengan
menggunakan media, waktu lebih efisien. Seringkali seorang guru terpaksa
menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan suatu konsep atau teori
baru karena tidak menggunakan media, misalnya menerangkan teknik tangan
renang gaya bebas pasti memerlukan banyak waktu jika guru hanya menggunakan
metode ceramah tanpa alat bantu lain. Pada hal jika memanfaatkan media dengan
baik, waktu yang dihabiskan pasti tidak sebanyak itu.
Penggunaan
media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi materi
pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin sudah memahami
permasalahan melalui penjelasan guru. Pemahaman itu akan lebih baik lagi jika
diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami melalui
media. Di samping itu, media dapat memperkuat kecintaan dan apresiasi siswa
terhadap ilmu pengetahuan dan proses mencari ilmu itu sendiri.
Dengan
penggunaan media dalam proses pembelajaran peranan guru lebih positif karena :
1.
Guru
tidak banyak mengulang–ulang penjelasannya,
2.
Dengan
mengurangi waktu untuk menjelaskan maka guru dapat memberikan perhatiaanya
kepada aspek–aspek pembelajaran yang lain, dan
3.
Peran
guru meningkat bukan hanya sebagai pengajar, tetapi berperan juga sebagai
penasehat, konsultan dan manager.
H. Konsep
Modifikasi
Modifikasi
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses
pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis
sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam
bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam
belajarnya.
Cara ini
dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang tadinya
tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih terampil.
Cara-cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari aktivitas
pembelajarannya yang diberikan guru mulai awal hingga akhir pelajaran.
Selanjutnya guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang
bisa dan harus dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Oleh
karena itu, pertanyaan-pertanyaan berikut harus dipahami dengan sebaik-baiknya.
a. Apa yang dimodifikasi ?
Beberapa
aspek analisis modifikasi ini tidak terlepas dari pengetahuan guru tentang
tujuan, karakteristik materi, kondisi lingkungan, dan evaluasinya.
Disamping
pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan, karakteristik, materi,
kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan media
pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai kegiatan
pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang paling
dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah hal-hal yang berkaitan
dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang merupakan media
pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan.
Minimnya
sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-sekolah, menuntut
seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam memberdayakan dan
mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Seorang guru pendidikan
jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau
memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang semenarik
mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjas yang
diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan
jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani.
Guru
pendidikan jasmani di lapangan tahu dan sadar akan kemampuannya. Namun apakah
mereka memiliki keberanian untuk melakukan perubahan atau pengembangan–pengembangan
kearah itu dengan melakukan modifikasi ?
Seperti
halnya halaman sekolah, taman, ruangan kosong, parit, selokan dan sebagainya
yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan dimanfaatkan
untuk kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani.
Dengan
melakukan modifikasi sarana maupun prasarana, tidak akan mengurangi aktivitas
siswa dalam melaksanakan pelajaran pendidikan jasmani. Bahkan sebaliknya,
karena siswa bisa difasilitasi untuk lebih banyak bergerak, melalui pendekatan
bermain dalam suasana riang gembira. Jangan lupa bahwa kata kunci pendidikan
jasmani adalah “Bermain–bergerak–ceria”.
b. Mengapa Dimodifikasi ?
Modifikasi digunakan sebagai salah satu alternatif
pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan dengan berbagai
pertimbangan. Seperti yang dikemukakan oleh Ngasmain Soepartono (1997) bahwa
alasan utama perlunya modifikasi adalah :
1.
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil, kematangan fisik dan mental anak belum selengkap orang dewasa,
2.
Pendekatan pembelajaran pendidikan
jasmani selama ini kurang efektif, hanya bersifat lateral dan monoton,
3.
Sarana dan prasarana pembelajaran
pendidikan jasmani yang ada sekarang, hampir semuanya di desain untuk orang
dewasa.
Menurut Lutan
(1988) menyatakan : modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani
diperlukan, dengan tujuan agar :
-
Siswa
memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran.
-
Meningkatkan
kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi.
-
Siswa
dapat melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan
modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada dalam kurikulum dapat disajikan
sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak.
Sedangkan,
Menurut Aussie (1996), pengembangan
modifikasi di Australia dilakukan dengan pertimbangan :
1. Anak-anak belum memiliki kematangan
fisik dan emosional seperti orang dewasa
2. Berolahraga dengan peralatan dan
peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi
cedera pada anak
cedera pada anak
3. Olahraga yang dimodifikasi akan
mampu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat dibanding dengan peralatan
standar untuk orang dewasa, dan
4. Olahraga yang dimodifikasi
menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-anak dalam situasi kompetitif.
Beberapa komponen yang dapat dimodifikasi sebagai
pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani diantaranya adalah :
1. Ukuran,
berat atau bentuk peralatan yang digunakan,
2. Lapangan
permainan,
3. Waktu
bermain atau lamanya permainan,
4. Peraturan
permainan, dan
5. Jumlah
pemain (Aussie : 1996).
Dari
pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan modifikasi dapat digunakan
sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani, Kemampuan
mengembangkan media pengajaran dan berbagai pendekatan yang dilakukan dalam
proses pembelajaran pendidikan jasmani harus benar-benar dikuasai dan dimiliki
oleh setiap fasilitator pendidikan jasmani, karena kemampuan mengembangkan
media pengajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri. Sehingga
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dapat benar-benar
dirasakan oleh siswa, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran pendidikan jasmani secara keseluruhan.
1. Apakah proses pembelajaran akan
lebih efektif dan efisien dengan menggunakan media atau alat bantu?
Dengan
menggunakan media atau alat bantu dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani di SLTP
diyakini akan membantu proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
Mengapa? Karena dengan pemikiran secara logika untuk mengajari jumlah siswa
kurang lebih 30 orang tanpa menggunakan media atau alat bantu, sangat kecil
kemungkinannya semua siswanya dapat menangkap apa yang diajarkan guru. Dari
kenyataan yang diamati Penulis terhadap pembelajaran Pendidikan Jasmani tanpa
menggunakan media, kebanyakan siswanya komplain dan sebagai dampaknya adalah
siswa lebing senang bermain–main dan bahkan sama sekali tidak ikut dalam proses
pembelajaran.
Dr. Soepartono dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2000: 14) menyatakan
bahwa penggunaan media atau alat bantu dalam proses pembelajaran sangat
bermanfaat bukan hanya untuk siswa saja melainkan bermanfaat juga bagi guru.
Kemp
dan Dayton (1985) dalam buku
karangan Dr. Soepartono “Media Pembelajaran (2000: 15) juga mengatakan
bahwa media itu sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai
berikut:
1.
Penyampaian
materi dapat diseragamkan
2.
Proses
instruksional menjadi lebih menarik
3.
Proses
belajar siswa menjadi lebih interaktif
4.
Jumlah
waktu belajar mengajar dapat dikurangi
5.
Kualitas
belajar siswa dapat ditingkatkan
6.
Proses
belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7.
Sikap
positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri
dapat ditingkatkan
8.
Peran
guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.
2.
Bagaimana memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di
tingkat SLTP.
Dalam
pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP
dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas masyarakat. Dalam hal ini
penulis membatasi cara pengadaan media pembelajaran yaitu pengadaan media atau
alat bantu pembelajaran tolak puluru dan renang.
1.
Pengadaan peluru
Peluru
dapat dibuat dengan bahan–bahan sebagai berikut: bola pelastik, pasir, semen,
air, timbangan. Proses pembuatannya adalah semen, pasir, dan air dicampur dan
diaduk dengan merata sesuai dengan porsinya. Setelah agak kering dan merata,
dimasukkan ke dalam bola plastik berukuran sedang kira – kira berdiametr 10 cm
yang sudah dibuat lobang kecil dan diisi penuh kemudian dikeringkan. Setelah
kering, bola yang berisi campuran itu ditimbang dan diujicobakan.
2.
Pengadaan pelampung
Pelampung
adalah salah satu media atau alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran
teknik dasar renang. Dalam hal ini pelampung dapat dibuat dengan menggunakan
botol akua berukuran sedang, benang pancing (nilon), lem setan, tali pelastik,
yang dirancang dan didesain sedemikian rupa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pembelajaran
pendidikan jasmani dapat dikatakan sukses, jika mampu membangkitkan suasana
belajar pada siswa. Perlu diingat baik-baik, bahwa pendidikan jasmani itu tidak
diartikan sempit, hanya sebagai kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan
kegiatan sebagai penyeleksi bukan belajar, atau sekedar mengamankan siswa
supaya tertib.
Pendidikan
jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, tujuan yang ingin
dicapai bersifat menyeluruh mencakup domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan kata lain bahwa melalui aktivitas jasmani anak diarahkan untuk belajar,
sehingga terjadi perubahan perilaku, tidak saja menyangkup fisikal, tetapi juga
intelektual, emosional, sosial dan moral. Untuk itu agar beberapa perubahan
tercipta, maka guru pendidikan jasmani lebih kreatif dalam menganalisis setiap
bentuk pelayanan pembalajaran.
Jadi, dari
pembahasan di atas bahwa media atau alat bantu itu sangat bermanfaat bagi
keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani dan juga
bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak terlalu sulit, hanya butuh
kemauan dan kreatifitas dari guru.
B. Saran
Pembelajaran
selalu bertitik tolak dari perumusan tujuan. Tujuan yang tidak realistik akan
menimbulkan frustasi dan mengorbankan wabah kegagalan pada siswa. Pembelajaran
pendidikan jasmani yang sukses memberikan pengalaman berhasil kepada siswa.
Kerena itu, rumuskan tujuan dari pada pembelajaran pendidikan jasmani, dan
kemudian dianalisis model, metode strategi ataupun pendekatan pembelajarannya
yang sesuai dengan asas praktis pengajaran, dan yang penting untuk diperhatikan
dimana pengajaran tersebut berorientasi serta berlandasan pada tingkat
perkembangan, pertumbuhan dan kebutuhan siswa.
Oleh
karena itu, penulis menyarankan kepada semua guru Pendidikan Jasmani agar tidak
mudah putus asa dalam mengajarkan materi-materi dalam mata pelajaran Penjas,
dan sekaligus mengajak para guru untuk berkreasi menyalurkan ide–ide yang
mereka miliki yang mungkin selama ini terpendam dalam pengadaan media atau alat
bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP. Semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi setiap pembacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Cholik dan Lutan (1996),
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta:
Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Fery (2009),
konsep Pendidikan Jasmani. Internet:http://en.wikipwdia.org
Lutan (2002),
Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jendral Olahraga Depdiknas.
Sukintaka (2004),
Teori Pendidikan Jassmani (Filosofi
Pembelajaran dan Masa Depan). Bandung: Nuansa
Wahjudi (2009),
Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani.
Bucher (1983),
Fundation Of Physycal Education And
Sport. (9th ed). St. Louis, Missouri: The Mosby Co.
Internet
:
Langganan:
Postingan (Atom)