Jumat, 28 September 2012


media pembelajaran penjas di smp

Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Tingkat SLTP
BAB I
A.      Latar Belakang Masalah
Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang studi Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum memberdayakan seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam menguasai materi maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien. Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.  Hal ini disinyalir karena tidak tersedianya alat bantu tersebut dan kurangnya kreativitas para guru. Tidak tersedianya media pembelajaran/alat bantu di sekolah menjadi salah satu faktor penyebab guru malas dan kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran sehingga hanya bermodalkan talk and chalk.
Hal ini sering kita jumpai dalam KBM bidang studi Penjas yang efeknya dapat mengkondisikan siswa dalam situasi Duduk Diam Catat Hafal (DDCH). Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan pengajaran Penjas yang sangat kompleks yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya. Di samping itu, hal ini tentu bertentangan dengan harapan masyarakat (orang tua anak) yang menginginkan anak–anaknya tumbuh lebih kreatif, dapat menggunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya secara efektif dalam pemecahan masalah–masalah sehari-hari yang kontekstual.
Hal ini sesuai dengan tuntutan  dari UU RI No: 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2A: “Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis”.
B.       Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi masalah dalam hal ini adalah :
1.    Apakah penggunaan media (alat bantu) dapat membantu kelancaran proses pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah yang lebih efektif dan efisien?
2.    Bagaimana caranya memodifikasi alat bantu peluru dan pelampung dengan memanfaatkan limbah masyarakat?

C.      Tujuan dan Manfaat
1.        Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan bagi para guru Pendidikan Jasmani untuk lebih kratif dan inovatif dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
2.         Manfaat
Dengan dibuatnya karya tulis ini diharapkan para guru pendidikan jasmani termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain media/alat bantu pembelajaran materi yang efektif dan efisien
BAB II
A.  Hakekat Media
Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran” (2000:3) menyatakan bahwa  media adalah kata jamak dari medium, berasal dari bahasa Latin yang berarti perantara atau pengantar. Pengertian secara harfiah ini selanjutnya menurunkan berbagai definisi media seirama dengan perkembangan teknologi dalam pendidikan seperti yang dikatakan dosen Program D2 PGSD Pendidikan Jasmani (1991), Association for Education and Communication Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran informasi. Sedang National Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa media adalah segala hal yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta perantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut sebagai perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6)
Latuheru (1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
B.  Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan apa itu pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar.
Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra M.Ed menyatakan dalam bukunya “Belajar dan Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses perubahan tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati dan yang tidak. Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan behavioral performance, sedangkan yang tidak dapat diamati disebut behavioral tendency.
Muhibbin Syah M.Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang dikutip dari buku “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:90) karangan Muhibbin Syah, M.Ed adalah sebagai berikut :
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology :The Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara progesif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah . . . a process of progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).
Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses conditioning yang  pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa definisi yang bersifat behavioristik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang menentangnya.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya Process of acquiring responses as a result of special practice, belajar adalah proses memperoleh respons–respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa pengalaman pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang mengilhami gagasan everyday learning (belajar sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John B. Biggs.
Witting dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkahlaku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkahlaku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian informasi dan pesan–pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat–sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
C.   Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
1.    Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip), transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram.
2.    Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3.    Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4.    Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
5.    Benda –benda hidup, simulasi maupun model.

D.  Fungsi Media Pembelajaran

1.    Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar –gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2.    Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak   mungkin dialami secara langsung di dalam kelas boleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
-          obyek terlalu besar;
-          obyek terlalu kecil;
-          obyek yang bergerak terlalu lambat;
-          obyek yang  bergerak terlalu cepat;
-          obyek  yang terlalu kompleks;
-          obyek yang bunyinya terlalu halus;
-          obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3.    Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4.    Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5.    Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6.    Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7.    Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8.    Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak.
Selain itu media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi, disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud dan tujuannya adalah :
-       Media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi.
-       Media sebagai segala benda yang yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
-       Media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsang untuk belajar”.
-       Media sebagai wahana fisik yang mengandung intruksional.
-       Media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar mengajar.
-       Media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan suatu pesan, dimana media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan intruksional.
-       Bila media dipandang secara luas/makro dalam sistem pendidikan, maka media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.

E.  Manfaat Media Pembelajaran
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan–pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan.
Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
·           Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (tahu kata–katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)
·           Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
·           Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
·           Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.
·           Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :
·           Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
·           Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
·           Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
·           Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
·           Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
·           Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
·           Membangkitkan motivasi belajar
·           Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
·           Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
·           Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)
·           Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.
F.    Prinsip–Prinsip Memilih Media Pembelajaran
Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
1.         Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).
2.         Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi
3.         Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.
G.   Peranan Media dan Manfaatnya Dalam Proses Pembelajaran
Proses Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi penyimpangan–penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Penyebab penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran antara lain adanya kecenderungan verbalisme dalam proses pembelajaran, ketidak siapan siswa, kurangnya minat, kegairahan siswa dan lain–lain.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal–hal tersebut di atas ialah penggunaan media dalam proses pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus (informasi, dan lain–lain) dan untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga dalam hal–hal tertentu media mempunyai nilai–nilai praktis yang sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.
Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan digambarkan dengan warna–warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk berkonsentrasi pada materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan keinginan dan minat baru untuk belajar. Dengan media guru juga dapat mengatur kelas sehingga waktu belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat yang lain adalah media dapat dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung kepada keberadaan seorang guru.
Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah memperlancar proses interaksi antara guru dan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal. Lebih khusus manfaat media diidentifikasikan oleh Kemp dan Dayton (1985) sebagai berikut :
1.        Penyampaian materi dapat diseragamkan
2.        Proses instruksional menjadi lebih menarik
3.        Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4.        Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi
5.        Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6.        Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7.        Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan
8.        Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.
Berkaitan dengan penyeragaman materi, guru mungkin mempunyai penafsiran yang beranekaragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini dapat direduksi dan disampaikan kepada siswa secara seragam. Setiap siswa yang melihat atau mendengar uraian melalui media yang sama akan menerima informasi persis sama dengan yang diterima oleh teman–temannya.
Proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena media dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual) sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lengkap dan jelas. Keingintahuan dapat bangkit melalui media. Untuk menghidupkan suasana kelas, media merangsang siswa bereaksi terhadap penjelasan guru, membuat siswa ikut tertawa atau ikut sedih. Media memungkinkan siswa menyentuh objek kajian pelajaran, membantu siswa mengkongkritkan sesuatu yang abstrak dan membantu guru menghindarkan suasana monoton.
Media memungkinkan proses pembelajaran lebih interaktif karena adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan. Tanpa media guru akan cenderung berbicara satu arah, namun dengan media guru dapat mengatur kelas sehingga siswa ikut pula menjadi aktif.
Dengan menggunakan media, waktu lebih efisien. Seringkali seorang guru terpaksa menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan suatu konsep atau teori baru  karena tidak menggunakan media, misalnya menerangkan teknik tangan renang gaya bebas pasti memerlukan banyak waktu jika guru hanya menggunakan metode ceramah tanpa alat bantu lain. Pada hal jika memanfaatkan media dengan baik, waktu yang dihabiskan pasti tidak sebanyak itu.
Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi materi pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin sudah memahami permasalahan melalui penjelasan guru. Pemahaman itu akan lebih baik lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami melalui media. Di samping itu, media dapat memperkuat kecintaan dan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses mencari ilmu itu sendiri.
Dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran peranan guru lebih positif karena :
1.        Guru tidak banyak mengulang–ulang penjelasannya,
2.        Dengan mengurangi waktu untuk menjelaskan maka guru dapat memberikan perhatiaanya kepada aspek–aspek pembelajaran yang lain, dan
3.        Peran guru meningkat bukan hanya sebagai pengajar, tetapi berperan juga sebagai penasehat, konsultan dan manager.

H.  Konsep Modifikasi
Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya.
Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih terampil. Cara-cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari aktivitas pembelajarannya yang diberikan guru mulai awal hingga akhir pelajaran. Selanjutnya guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang bisa dan harus dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan berikut harus dipahami dengan sebaik-baiknya.
a.       Apa yang dimodifikasi ?
Beberapa aspek analisis modifikasi ini tidak terlepas dari pengetahuan guru tentang tujuan, karakteristik materi, kondisi lingkungan, dan evaluasinya.
Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan, karakteristik, materi, kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai kegiatan pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang paling dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah hal-hal yang berkaitan dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang merupakan media pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan.
Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-sekolah, menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjas yang diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani.
Guru pendidikan jasmani di lapangan tahu dan sadar akan kemampuannya. Namun apakah mereka memiliki keberanian untuk melakukan perubahan atau pengembangan–pengembangan kearah itu dengan melakukan modifikasi ?
Seperti halnya halaman sekolah, taman, ruangan kosong, parit, selokan dan sebagainya yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani.
Dengan melakukan modifikasi sarana maupun prasarana, tidak akan mengurangi aktivitas siswa dalam melaksanakan pelajaran pendidikan jasmani. Bahkan sebaliknya, karena siswa bisa difasilitasi untuk lebih banyak bergerak, melalui pendekatan bermain dalam suasana riang gembira. Jangan lupa bahwa kata kunci pendidikan jasmani adalah “Bermain–bergerak–ceria”.
b.      Mengapa Dimodifikasi ?
Modifikasi digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Seperti yang dikemukakan oleh Ngasmain Soepartono (1997) bahwa alasan utama perlunya modifikasi adalah :
1.         Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, kematangan fisik dan mental anak belum selengkap orang dewasa,
2.         Pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani selama ini kurang efektif, hanya bersifat lateral dan monoton,
3.         Sarana dan prasarana pembelajaran pendidikan jasmani yang ada sekarang, hampir semuanya di desain untuk orang dewasa.
Menurut Lutan (1988) menyatakan : modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar :
-          Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran.
-          Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi.
-          Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada dalam kurikulum dapat disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak.
Sedangkan, Menurut Aussie (1996), pengembangan modifikasi di Australia dilakukan dengan pertimbangan :
1.    Anak-anak belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang dewasa
2.    Berolahraga dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi
cedera pada anak
3.    Olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat dibanding dengan peralatan standar untuk orang dewasa, dan
4.    Olahraga yang dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-anak dalam situasi kompetitif.
Beberapa komponen yang dapat dimodifikasi sebagai pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani diantaranya adalah :
1.    Ukuran, berat atau bentuk peralatan yang digunakan,
2.    Lapangan permainan,
3.    Waktu bermain atau lamanya permainan,
4.    Peraturan permainan, dan
5.    Jumlah pemain (Aussie : 1996).
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan modifikasi dapat digunakan sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani, Kemampuan mengembangkan media pengajaran dan berbagai pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani harus benar-benar dikuasai dan dimiliki oleh setiap fasilitator pendidikan jasmani, karena kemampuan mengembangkan media pengajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri. Sehingga pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dapat benar-benar dirasakan oleh siswa, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani secara keseluruhan.


1. Apakah proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan media atau alat bantu?
Dengan menggunakan media atau alat bantu dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani di SLTP diyakini akan membantu proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Mengapa? Karena dengan pemikiran secara logika untuk mengajari jumlah siswa kurang lebih 30 orang tanpa menggunakan media atau alat bantu, sangat kecil kemungkinannya semua siswanya dapat menangkap apa yang diajarkan guru. Dari kenyataan yang diamati Penulis terhadap pembelajaran Pendidikan Jasmani tanpa menggunakan media, kebanyakan siswanya komplain dan sebagai dampaknya adalah siswa lebing senang bermain–main dan bahkan sama sekali tidak ikut dalam proses pembelajaran.
Dr. Soepartono dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2000: 14) menyatakan bahwa penggunaan media atau alat bantu dalam proses pembelajaran sangat bermanfaat bukan hanya untuk siswa saja melainkan bermanfaat juga bagi guru.
Kemp dan Dayton (1985) dalam buku karangan  Dr. Soepartono “Media Pembelajaran (2000: 15) juga mengatakan bahwa media itu sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1.         Penyampaian materi dapat diseragamkan
2.         Proses instruksional menjadi lebih menarik
3.         Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4.         Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi
5.         Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6.         Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7.         Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan
8.         Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.
2. Bagaimana memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP.
Dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas masyarakat. Dalam hal ini penulis membatasi cara pengadaan media pembelajaran yaitu pengadaan media atau alat bantu pembelajaran tolak puluru dan renang.
1.         Pengadaan peluru
Peluru dapat dibuat dengan bahan–bahan sebagai berikut: bola pelastik, pasir, semen, air, timbangan. Proses pembuatannya adalah semen, pasir, dan air dicampur dan diaduk dengan merata sesuai dengan porsinya. Setelah agak kering dan merata, dimasukkan ke dalam bola plastik berukuran sedang kira – kira berdiametr 10 cm yang sudah dibuat lobang kecil dan diisi penuh kemudian dikeringkan. Setelah kering, bola yang berisi campuran itu ditimbang dan diujicobakan.
2.         Pengadaan pelampung
Pelampung adalah salah satu media atau alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran teknik dasar renang. Dalam hal ini pelampung dapat dibuat dengan menggunakan botol akua berukuran sedang, benang pancing (nilon), lem setan, tali pelastik, yang dirancang dan didesain sedemikian rupa.





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pembelajaran pendidikan jasmani dapat dikatakan sukses, jika mampu membangkitkan suasana belajar pada siswa. Perlu diingat baik-baik, bahwa pendidikan jasmani itu tidak diartikan sempit, hanya sebagai kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan kegiatan sebagai penyeleksi bukan belajar, atau sekedar mengamankan siswa supaya tertib.
Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh mencakup domain kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan kata lain bahwa melalui aktivitas jasmani anak diarahkan untuk belajar, sehingga terjadi perubahan perilaku, tidak saja menyangkup fisikal, tetapi juga intelektual, emosional, sosial dan moral. Untuk itu agar beberapa perubahan tercipta, maka guru pendidikan jasmani lebih kreatif dalam menganalisis setiap bentuk pelayanan pembalajaran.
Jadi, dari pembahasan di atas bahwa media atau alat bantu itu sangat bermanfaat bagi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani dan juga bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak terlalu sulit, hanya butuh kemauan dan kreatifitas dari guru.




B. Saran
Pembelajaran selalu bertitik tolak dari perumusan tujuan. Tujuan yang tidak realistik akan menimbulkan frustasi dan mengorbankan wabah kegagalan pada siswa. Pembelajaran pendidikan jasmani yang sukses memberikan pengalaman berhasil kepada siswa. Kerena itu, rumuskan tujuan dari pada pembelajaran pendidikan jasmani, dan kemudian dianalisis model, metode strategi ataupun pendekatan pembelajarannya yang sesuai dengan asas praktis pengajaran, dan yang penting untuk diperhatikan dimana pengajaran tersebut berorientasi serta berlandasan pada tingkat perkembangan, pertumbuhan dan kebutuhan siswa.
Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada semua guru Pendidikan Jasmani agar tidak mudah putus asa dalam mengajarkan materi-materi dalam mata pelajaran Penjas, dan sekaligus mengajak para guru untuk berkreasi menyalurkan ide–ide yang mereka miliki yang mungkin selama ini terpendam dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi setiap pembacanya.








DAFTAR PUSTAKA
Cholik dan Lutan (1996), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Fery (2009), konsep Pendidikan Jasmani. Internet:http://en.wikipwdia.org
Lutan (2002), Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jendral Olahraga Depdiknas.
Sukintaka (2004), Teori Pendidikan Jassmani (Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan). Bandung: Nuansa
Wahjudi (2009), Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani.
Bucher (1983), Fundation Of Physycal Education And Sport. (9th ed). St. Louis, Missouri: The Mosby Co.
Internet :