Sabtu, 03 Maret 2012


RESUME BIMBINGAN DAN KONSELING


Oleh :
Rifkhi Azzuhri
1001974
PJKR C






PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN, DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2011
10. Program Bimbingan Dan Konseling Komperhensif
Muro dan Kottman (1995) mengemukakan bahwa struktur program bimbingan konseling komperhensif diklasifikasikan kedalam empat jenis layanan, yaitu:
1.      Layanan dasar bimbingan
2.      Layanan responsif
3.      Layanan perencanaan individual
4.      Dukungan system

a.      Layanan Dasar Bimbingan
Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh pekembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memiliki keterampilan dasar hidupnya.
Tujuan dari layanan ditingkat SMA/SMP itu sendiri menyangkut kepada aspek-aspek pribadi, social belajar dan karier. Aspek-aspek perkembangan tersebut dirumuskan  sebagai berikut:
1.      Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Ynang Maha Esa
2.      Pengembangan kemandirian emosional
3.      Pengembangan kemampuan individual (problem solving/decision making)
4.      Perkembangan sikap dan kebiasaan belajar yang positif atau keterampilan belajar yang efektif
5.      Perkembangan perilaku sosial yang yang bertanggung jawab ( sikap altruis, sikap toleran dalam suasana dalam kehidupan yang heterogin: multi budaya, etnis, ras dan agama)
6.      Pengembangan upaya pencapaian pera social sebagai pria atau wanita
7.      Pengembangan sikap atau penerimaan diri secara objektif dan pengembangannya secara tepat
8.      Pengembangan sikap dan kemampuan mempersiapkan karier dimasa depan
9.      Pengembangan upaya pencapaian hubungan baru lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita .
10.  Perkembangan sikap positif terhadap  pernikahan dan hidup berkeluarga

b.      Layanan Responsif
Layanan responsif merupakan “layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerukan bantuan (pertolongan) dengan segera’’.
Layanan ini bertujuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini, atau para siswa dipandang mengalami hambatan dalam mengalami menyelsaikan tugas perkembangannya.
Layanan ini bersifat kuratif. Strategi yang digunakan adalah:
1.      Konseling individual
2.      Konseling kelompok
3.      Konsultasi.
Isi dari layanan ini adalah bidang:
1.      Pendidikan
2.      Belajar
3.      Social
4.      Pribadi
5.      Karier
6.      Tata tetib di sekolah
7.      Narkotika dan perjudian
8.      Perilaku seksual
9.      Kehidupan lainnya.
Menurut penelitian beberapa SMK di Jawa Barat (Syamsu Yusuf LN, 1998) aspek-aspek yang perlu mendapat layanan responsive adalah:
1)      Bidang Pribadi
a)      Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b)      Perolehan sistem nilai
c)      Kemandirian emosional
d)     Pengembangan keterampilan intelektual
e)      Menerima diri dan mengembangkannya secara efektif.

2)      Bidang Sosial
a)      Berprilaku sosial yang bertanggung jawab
b)      Mencapai hubungan yang lebih matang
c)      Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

3)      Bidang Belajar
a)      Kurang memliliki kebiasaan belajar yang baik
b)      Kurang memahami cara belajar yang efektif
c)      Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar
d)     Kurang memahami cara membaca buku yang efektif
e)      Kurang memahami cara membagi waktu belajar
f)       Kurag menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu.

4)      Bidang karier
a)      Kurang memahami cara memilih program studi yang cocok dengan kemampuan dan minat
b)      Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi dalam dunia kerja
c)      Masih bingung untuk memilih pekerjaan
d)     Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minat
e)      Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah
f)       Belum memiliki pilihan perguruan tinggi tertentu, jika setelah tamat tidak masuk dunia kerja.
Masalah lain adalah informasi tentang bahayanya obat-obatan, minuman keras, narkotika, extacy, dan putau.
c.       Layanan perencanaan individual
Layanan perencanaan individual adalah layanan bantuan kepada semua siswa agar mampu membuat dan melaksakan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahan akan kekuatan dan kelemahan dirinya.
Tujuan dari layanan perencanaan individual ini adalah membantu individu membuat, memantau dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan karir dan social pribadinya.
Dapat dikatakan juga layanan bertujuan supaya siswa agar :
1.      Memiliki kemampuan untuk merumuskan masalah, tujuan, dan pewrencanaan.
2.      Dapat memantau dan mamahami perkembangan dirinya.
3.      Bertindak atau melakuakkan sesuatu berdaarkan pemahamannya.
Adapun kegiatan layanannya sebagai berikut:
1)      Siswa menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangannya atau aspek-aspek pribadi, social, belajar, atau karier
2)      Merumuskan tujuan dan perencanaan kegiatan (alternative kegiatan) yang menunjang perkembangan dirinya atau kegiaan yang yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya
3)      Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan kegiatan yang telah ditetapkan
4)      Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan 
d.      Dukungan Sistem
Tujuan dukungan sistem sendiri adalah untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui perkembangan profesional.
Dukungan sistem meliputi dua aspek yaitu:
1.      Pemberian layanan, meliputi
a)      Konsultasi dengan guru-guru
b)      Menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua dan masyarakat.

2.      Kegiatan manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu mutu program bimbingan dan konseling melalui:
a)      Pengembangan program
b)      Pengembangan staf
c)      Pemanfaatn sumber daya
d)     Pengembangan penataan kebijaksaan

a)      Pengembangan program
Pengembangan program adalah program-program layanan yang dikembangkan dan pengembangan ini hendaknya diselaraskan dengan hasil kajian atau analisis tentang tujuan dan program sekolah, kondisi objektif pencapaian tuga-tugas perkembangan siswa, kebtuhan siswa, atau masalah siswa juga kondisi lingkungan perkembangan siswa dalam implementasi actual layanan BK untuk di SMK dan perkembangan dalam bermasyarakat.
b)     Pengembangan staf
Pengembangan staf adalah dengan cara memberikan penambahan, perluasan, atau pendalaman tentang konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu tentang bimbingan sesuai dengan dekripsi pekerjaan masing-masing. Tujuannya adalah agar para pembimbing memberikan layanan bimbingan secara bermutu.
Kinerja bagi masing-masing persinel itu adalah :
1.      Kepala sekolah
2.      Guru mata pelajaran
3.      Guru pembimbing (konselor).]

c)      Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat
Aspek yang berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevn dengan peningkatan layanan mutu bimbingan.
Contohnya jalinan kerjasama dengan pihak-pihak seperti:
1.      Instansi pemerintah
2.      Instansi swasta
3.      Organisasi profesi
4.      Para ahli dalam bidang-bidang tertentu

d)     Pengembangan Atau Penetuan Kebijakan
Pelaksanaan layanan BK disekolah perlu di didukung oleh kebijakan kepala sekolah secara jelas. Kebijakan yang diluncurkan itu hendaknya dapat memfasilitasi (memberi kemudahan dan peluang) bagi kelancaran implementasi program.
Kebijakan yang perlu ditata itu, di antaranya menyangkut aspek-aspek :
1.      Struktur organisasi,
2.      Rekrutment dan pengembangan staf bimbingan,
3.      Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai,
4.      Pengalokasian biaya operasional BK, dan
5.      Penjadwalan waktu khusus untuk masuk kelas bagi guru pembimbing, sebagai wahana untuk pelaksanaan program yang bersifat klasikal,
6.      Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
11. Kualitas Pribadi Konselor
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
a.       Pemahaman diri;
b.      Kompeten;
c.       Memiliki kesehatan psikologis yang baik;
d.      Dapat dipercaya;
e.       Jujur;
f.       Kuat;
g.      Hangat;
h.      Responsif;
i.        Sabar;
j.        Sensitif; dan
k.      Memiliki kesadaran yang holistik.

a.    Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik.
Pemahaman diri sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan berikut.
1)      Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih mampu mengenal diri orang lain secara tepat pula).
2)      Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain.
3)      Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
4)      Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses konseling berlangsung.
Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukan sifat-sifat berikut.
1)      Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya.
2)      Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
3)      Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
b.   Kompeten (Competent)
Yang dimaksud kompeten di sini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
Satu hal penting yang membedakan hubungan persahabatan dan hubungan konseling adalah kompetensi yang dimiliki konselor.
Konselor yang efektif adalah yang memiliki (a) pengetahuan akademik, (b) kualitas pribadi, (c) keterampilan konseling.
Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut :
1.    Secara terus menerus meningkatkan pengetahuanya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
2.    Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya.
3.    Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling. Mereka senantiasa mencari cara-cara yang paling tepat atau berguna untuk membantu klien.
4.    Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebih produktif.
5.    Melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling.

c.    Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya.
            Konselor yang kesehatan psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut.
1)      Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks.
2)      Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
3)      Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.
4)      Tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
d.   Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut.
1)      Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam.
2)      Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.
3)      Apabila klien mendapatkan penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
Konselor yang dipercayai cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
1)      Memiliki pribadi yang konsisten.
2)      Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya.
3)      Tidak pernah membuat orang lain (klien) kecewa atau kesal.
4)      Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh.
e.    Jujur (honesty)
Yang dimaksud jujur di sini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan berikut.
1)      Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling. Apabila ketertutupan dalam konselling dapat menyebabkan merintangi perkembangan klien.
2)      Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
Konselor yang jujur memiliki karakteristik sebagai berikut.
1)      Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri (real self) sama sebangun dengan yangdipersepsi dengan orang lain (public self).
2)      Memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.
f.     Kekuatan (Strength)
Kekuatan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku berikut.
1)      Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.
2)      Bersifat fleksibel.
3)      Memiliki identitas diri yang jelas.
g.    Bersikap Hangat
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan konselor. Apabila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman.
h.   Actives Responsiveness
Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Di sini konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i.      Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya.
j.     Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun diri sendiri.
      Konselor yang sensitif akan mampu mengungkapkan atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien.konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut:
a.       Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.
b.      Mengetahui kapan, di mana, dan berapa lama mngungkapkan masalah klien (probing).
c.       Mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tentang masalah yang dihadapinya.
d.      Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah tersinggung dirinya.
k.   Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara sepihak. Namun bukan berarti bahwa konselor harus ahli dalam berbagai bidang dan segala hal.
Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut.
1)      Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
2)      Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan).
3)      Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori.
Shertzer dan Stone (1971) mengemukakan beberapa pendapat tentang kualitas konselor, yaitu sebagai berikut :


a.       Menurut NVGA (National Vocational Guidance Association) sifat-sifatnya :

1.      Mempunyai minat untuk membantu orang lain.
2.      Sabar.
3.      Sensitif terhadap reaksi dan sikap orang lain.
4.      Emosinya stabil.
5.      Dapat dipercaya.

b.      Hamrin dan Paulson mengemukakan sifat-sifat baik konselor adalah :

1.      Memahami diri sendiri dan klien.
2.      Simpatik.
3.      Bersahabat.
4.      Memiliki “sense of humor”.
5.      Emosinya stabil.
6.      Toleran.
7.      Bersih-tertib.
8.      Sabar.
9.      Objektif.
10.  Ikhlas.
11.  Bijaksana.
12.  Jujur-terbuka.
13.  Kalem.
14.  Lapang hati.
15.  Menyenangkan.
16.  Memiliki kecerdasan.
17.  Bersikap tenang.


c.       Council of Student Personnel Association in Higher Education merekomendasikan kualitas konselor, yaitu :

1.      Memiliki perhatian terhadap       mahasiswa.
2.      Percaya terhadap kemampuan mahasiswa.
3.      Memahami aspirasi mahasiswa.
4.      Memiliki perhatian terhadap pendidikan.
5.      Sehat jasmani-rohani.
6.      Memiliki kemauan untuk membantu orang lain.
7.      Respek terhadap orang lain.
8.      Sabar.
9.      Memiliki rasa humor.

d.      Association for Counselor Education & Supervision mengemukakan 6 sifat dasar konselor, yaitu :

1.      Percaya terhadap individu.
2.      Komitmen terhadap nilai manusiawi individu.
3.      Memahami perkembangan lingkungan.
4.      Bersikap terbuka.
5.      Memahami diri.
6.      Komitmen terhadap profesi.

Thohari Musnamar dkk. (1992) mengemukakan sifat yang baik konselor, yaitu :

1.      Siddiq, mencintai dan membenarkan kebenaran.
2.      Amanah, bisa dipercaya.
3.      Tabligh, mau menyampaikan yang layak disampaikan.
4.      Fatonah, cerdas atau berpengetahuan.
5.      Mukhlis, ikhlas dalam menjalankan tugas.
6.      Sabar, artinya ulet, tabah, tidak mudah putus asa, tidak mudah marah, dan mau mendengarkan keluh kesah klien dengan penuh perhatian.
7.      Tawadlu, rendah hati atau tidak sombong.
8.      Saleh, artinya mencintai, melakukan, membina, dan menyokong kebaikan.
9.      Adil, mampu mendudukan persoalan secara proporsional.
10.  Mampu mengendalikan diri, menjaga kehormatan diri dan klien.







12.  Model-model Bimbingan
a.      Model Bimbingan Periode Awal
1)   Model Parsonian
Model bimbingan ini merupakan buah pikiran atau gagasan dari “Founding Father of Guidance”, yaitu Frank Parson. Model ini berupaya menjodohkan (matching) karakteristik (kemampuan, minat, dan temperamen) individu dengan syarat-syarat yang dituntut suatu pekerjaan (okupasi).
           Ada 3 faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam memilih satu pekerjaan, yaitu :
1.      Man Analysis, dalam hal ini konselor bersama klien bersama-sama menganalisis kapabilitas, minat, dan temperamen klien.
2.      Job Analysis, klien atau individu menelaah, mengkaji peluang, persyaratan, dan prospek pekerjaan dari berbagai lini pekerjaan.
3.      Joint and Cooperative Comparison of These Two Sets of Analysis, konselor bersama klien memadukan atau menjodohkan kedua data hasil analisis di atas.

2)   Bimbingan Identik dengan Pendidikan
Yang mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan pendidikan adalah Brewer, yaitu melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan pada tahun 1932. Brewer berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan para siswa agar mampu melakuan aktivitas-aktivitas yang bermakna, melalui pengetahuan dan kebijakan.
          Brewer mengemukakan beberapa kriteria bimbingan sebagai berikut.
a.       Individu dibimbing dalam upaya memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau meraih tujuan.
b.      Seseorang dibimbing biasanya berdasarkan permintaan atau inisiatifnya.
c.       Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat, dan pemahaman.
d.      Pembimbing harus memiliki pengalaman, pengetahuan, dan kebijakan.
e.       Metode bimbingan hendaknya memberikan peluang kepada individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f.       Individu yang dibimbing secara progresif menerima bimbingan, dan mengambil keputusan sendiri.
g.      Bimbingan memeberikan bantuan kepada individu agar dapat membimbing diri sendiri secara lebih baik.
Istilah “educational guidance” pertama kali digunakan oleh Truman L.Kelley dalam disertasinya di fakultas keguruan Universitas Columbia pada tahun 1914. Pada tahun berikutnya muncul para ahli lain yang berpendapat sama dalam mengidentikan bimbingan dengan pendidikan. Para ahli itu adalah :
1.      Meyer Bloomfield mengemukakan bahwa “all aducation is now recognized as guidance.
2.      Hawkes menyatakan bahwa “education is guidance and guidance is education”.
3.      Hildreth berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara pendidkan dan bimbingan, baik dalam tujuan, metode, maupun hasil.
b. Model Bimbingan Periode Berikutnya
1. Bimbingan sebagai distribusi dan penyesuaian
Wiliam M Proctor meyakini bahwa para siswa membutuhkan bantuan dalam memilih bidang studi kegiatan exstra kurikuler, pendidikan lanjutan sesuai dengan kemampuan minat dan tujuan nya. Koos dan kafaufer memperkuat pendapat proctor bahwa bimbingan berfungsi distributive dan penyesuaian. Kafaufer menekankan bahwa bimbingan harus melaksanakan 2 fingsi pokok, yaitu  Distribusi dan Penyesuaian.
Bimbingan distributif dan penyesuaian berfungsi :
a.     Membantu siswa memperoleh efisiensi dan kepuasan dalam aktifitasnya.
b.    Membantu siswa memilih kegiatan di luar sekolah.
c.     Membantu siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan tujuan yang ingin di
      capai.
d.    Membantu siswa untuk memperoleh informasi.
2. Bimbingan Sebagaian Proses Klinis
Pertamakali diperkenalkan oleh M.S Viteles, Donald G Paterson dan E.G Wiliamson.
Cirri_cirinya :
1.    Sebagai protes terhadap metode tiruan yang sering di anggap sebagai bombingan.
2.    Mengembangkan teknik_teknik untuk menganalisis individu.
3.    Menekankan peranan konselor secara professional yang bertugas membantu
      siswa yang memiliki masalah penyesuaian diri.
4.    Mengikuti prosedur yg teratur analisis, sintesis,  dianoksis, proknosis, konselin
     dan tindak lanjut.
Model bimbingan klinis ini pendekatannya bersifat direktif yang efisien dan ekonomis, sihingga konselor dapat bekerja dengan lebih banya klien.
3. Bimbingan Sebagai Pengambilan Keputusan
Diperkenalkan pertama kali oleh Jones dan myer. Myer mengemukakan pengambilan keputusan melibatkan 2 hal, yaitu Keragaman kemampuan individu dan Keragaman alternative bimbingan.
Menurut katz kemampuan mengambiul keputusan dipengaruhi oleh factor-faktor sosio- cultural. Pengambilan keputusan terjadi ketika seseorang .
1.    Tedak mengetahui informasi yang di perlukan.
2.    Tidak memiliki informasi yang di inginkan.
3.    Tidak menggunakan informasi yang di miliki.
model bimbingan ini beramsumsi bahwa :
1.    keragaman antar individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun
      interes.
2.    permasalahn tidak dapat diselesaikan oleh pemuda tanpa bantuan oranglain.
4. Bimbingan sebagai system eklektik
Strang berpendapat bahwa bimbingan sebagai upaya yang positif. Menurut dia yang menjadi inti layanan bimbingan adalah :
1.    mengetahui individu.
2.    mengetahui peluang- peluang pendidikan.
3.    membantu idividu melakukan pilihan melalui bimbingan kelompok.
bimbingan ini memiliki beberapa asumsi :
1.    individu memerlukan bantuan provesianal secarea periodic.
2.    individu memiliki kemampuan untuk elajar dan membuat perencanaan.
3.    memberikan layanan yang berorentasi kepada teori tunggal.
C. Model bimbingan kontenporer
1. bimbingan sebagai konstilasi layanan
Hoyt mengartikan bahwa bimbingan sebagai bagian dari layanan pribadi siswa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu melalui perluasan pelayanan sekolah bagi para siswa.          
Hoyt mengemukakan bahwa :
1.    program bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor tetapi tanggung jawab
      personil sekolah.
2.    konselor merupakankunci yang bertanggung jawab terhadap program bimbingan.
3.    Tugas utama konselor adalah menjalin kerjasama dengan guru.
Ada 3 aktifitas utama konselor, yaitu :
1.    Memberikan layanan secara langsung kepada siswa.
2.    Berkontribusi kepada semua aktifitas dalam penyelenggaraan bimbingan.
3.    Mempelajari dan menapsirkan data siswa.
       Tugas – tugas konselor yaitu :
1.    Mengumpulkan data siswa dalam rangka memahami karakteristik pribadinya.
2.    Memberikan layanan informasi pendidikan dan jabatan.
3.    Memberi layanan konseling.
4.    Melakukan referral ke pihak lain.
5.    Memberi  layanan kelompok.
6.    Melakukan penelitian tentang kebutuhan dan masalah siswa.
Model konstelasi ini biasanya eksis di sekolah untuk mendukung pekerjaan para guru.
2. Bimbingan Perkembangan
Bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik dalam semua hasil perkembangan nya.
Mathewson mencatat 4 hal mengapa individu membutuhkan bimbingan :
a.     Kebutuhan individu untuk menilai dan memahami diri.
b.    Kebutuhan menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan lingkungan.
c.     Kebutuhan memiliki wawasan tentang berbagai kondisi yang terjadi pada masa
     sekarang dan yang akan datang.
d.      kebutuhan untuk mengembangkan potensi pribadi.


a. Landasan filosofis
Pengembangan di arahkan kepada pencapaian perkembangan pribadi yang ade kuat dan efektif melalui pemahaman diri dan lingkungan dan pemahaman nilai-nilai pribadi social.
b. Landasan individualitas
Menekankan pada :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar