Kecerdasan
Spiritual
Pada awal pertengahan abad ke-20, IQ (Intellegence
Quotion) menjadi isu besar di kalangan masyarakat. Kecerdasan intelektual atau
rasional ini merujuk kepada kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah logis
dan strategis. Para ahli psikologi mulai menyusun berbagai tes untuk
mengukurnya. Melalui tes tersebut diketahui tingkat kecerdasan seseorang, yang
kemudian dikenal dengan IQ. Seseorang yang memiliki IQ berat memiliki
kecerdasan yang tinggi.
Pada pertengahan tahun 1990-an, Daniel Goleman
menpopulerkan hasil-hasil penelitian para ahli ilmu syaraf dan psikologi, yaitu
bahwa kecerdasan emosional (EQ: Emotinonal Quotion) dipandang memiliki posisi
yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Golemem mengungkapkan bahwa EQ
merupakan prasyarat dasar bagi penggunaan atau berfungsinya IQ secara efektif.
Baru-baru ini, pada akhir abad ke-20 ditemukan SQ,
meskipun data ilmiahnya belum begitu mantap. Dengan ditemukannya SQ (kecerdasan
spiritual) semakin lengkaplah gambaran kecerdasan manusia secara penuh. SQ ini
dikenak sebagei kemampuan untuk (1) mengenal dan memecahkan masalah-masalah
yang terkait dengan makna dan nilai, (2) menetapkan berbagai kegiatan dan
kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya dan memberikan makna, (3)
mengukur atau manila bahwa salah satu kegiatan atau langkah kehidupan tertentu
lebih bermakna dari yang lainnya. Ketiga kecerdasan itu dianggap sebai proses
psikologis dalam diri seseorang. EQ merupakan proses primer yang didasarkan
kepada jaringan syaraf asosiatif dalam otak, IQ merupakan proses sekunder yang
didasarkan kepada jaringan syaraf serial dalam otak, SQ merupakan proses
tertier yang didasarkan kepada system syaraf ketiga dalam otak, yaitu syaraf
synchronous, yang menyatukan data dalam otak secara menyeluruh.
Istilah spiritual
berasal dari bahasa latin yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau
vitalitas pada sebuah sistem. Spiritualitas juga dipandang sebagai peningkatan
kualitas hidup, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
berorganisasi.
Menurut
Zohar dan Marshall, penerjemah Helmy Mustofa (2005:25): (1) Kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan yang kita gunakan untuk membuat kebaikan,
kebenaran,keindahan, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari, keluarga,
organisasi, dan institusi. (2) Kecerdasan spiritual adalah cara kita
menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir dan
pengambilan keputusan.
Pendapat
ini sejalan dengan Abdul wahid Hasan (2006:27) yang mengemukakan bahwa:
“Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang digunakan untuk menyelesaikan
permasahan hidup yang dihadapi, manusia dituntut untuk kreatif mengubah
penderitaan menjadi semangat (motivasi) hidup yang tinggi sehingga penderitaan
berubah menjadi kebahagiaan hidup. Manusia harus mampu menemukan makna
kehidupannya”.
Selanjutnya
menurut Marsha Sinetar (2001:9) menyatakan: kecerdasan spiritual adalah pikiran
yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang lebih baik.
Aribowo
dan Irianto (2003:xiv) menyatakan: kecerdasan spiritual berarti kemampuan kita
untuk dapat mengenal dan memahami diri kita sepenuhnya sebagai makhluk
spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.
Pendapat
lain dari Prof David Spiegel dikutip oleh Abdul Wahid Hasan (2006:42):
kecerdasan spiritual adalah pengingat yang lembut bahwa menjadi spiritual itu
cerdas. Kemudian pendapat Tanis Helliwell yang dikutip oleh Abdul Wahid
(2006:41): bahwa dengan memiliki SQ (spiritual quotient), tingkat
kesuksesan hidup seseorang dapat meningkat.
Melengkapi
pembahasan pengertian tentang kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar
Agustian (2004:57), kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan
pemiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip karena Allah.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang dimiliki setiap manusia untuk dapat memberikan makna, nilai dan
tujuan dalam hidupnya serta meningkatkan motivasi dalam bekerja sehingga selalu
bersemangat karena didasarkan bekerja bukanlah keterpaksaan melainkan suatu
ibadah.
Fungsi
dan Manfaat Kecerdasan Spiritual
Fungsi SQ adalah untuk (1) mengintegrasikan dan
mentransformasikan bahan-bahan yang berasal dari proses primer (EQ) dan proses sekunder
(IQ), (2) memfasilitasi suatu dialog antara pikiran dengan perasaan, atau
anatara jiwa dengan raga, dan (3) menempatkan self sebagai pusat keaktifan
(kegiatan), penyatuan, dan pemberian makna.
Spiritual Quotion (SQ) sebagai proses tertier
psikologis berfungsi untuk mengintergrasikan dan mentransformasikan bahan-bahan
yang berasal dari proses primer (EQ) dan proses squnder (IQ),(2) memfasilitasi
suatu dialog antara pikiran dengan perasaan,atau antara jiwa dengan raga ,dan
(3) menempatkan self sebagai pusat keaktifan (kegiatan),penyatuan,dan pemberian
makna.dewasa ini telah berkembang isu tentang pentingnya”meaning” (makna).
Menurut
Sukidi (2004:28-29) manfaat kecerdasan spiritual ditinjau dari dua sisi:
1. Kecerdasan spiritual mengambil
metode vertikal, bagaimana kecerdasan spiritual bisa mendidik hati kita untuk
menjalin hubungna atas kehadirat Tuhan. Dengan berzikir atau berdoa menjadikan
diri lebih tenang.
2. Kecerdasan spiritual mengambil
metode horizontal, dimana kecerdasan spiritual mendidik hati kita di dalam budi
pekerti yangbaik. Di tengah arus demoralisasi perilaku manusia akhir-akhir ini,
seperti sikap destruktif dan masifikasi kekerasan secara kolektif, kecerdasan
spiritual tidak saja efektif untuk mengobati perilaku manusia yang destruktif
seperti itu, tetapi juga menjadi petunjuk (guidance) manusia untuk
menapaki hidup secara baik dan sopan.
Dari manfaat kecerdasan spiritual
tersebut dapatlah dirinci sabagai berikut:
1.
Menjadi
lebih bijaksana.
2.
Memiliki
motivasi kerja yang tinggi.
3.
Memiliki
tanggung jawab yang baik.
4.
Memiliki
rasa keadilan dan tidak egois.
5.
Memiliki
kedisiplinan yang baik.
6.
Bersifat
integritas.
Ciri-ciri
Kecerdasan Ilmiah
Ciri-ciri kecerdasan spiritual
secara umum menurut Zohar dan Marshall (2005:137):
- Kesadaran Diri. Kesadaran bahwa saya, atau organisasi tempat saya bergabung, pertama-tama mempunyai pusat internal, memberi makna dan autentisitas pada proyek dan kegiatan saya.
- Spontanitas. Istilah spontaneity berasal dari akar kata bahasa Latin yang sama dengan istilah response dan responsibility. Menjadi sangat spontan berarti sangat responsive terhadap momen, dan kemudian rela dan sanggup untuk bertanggung jawab terhadapnya.
- Terbimbing oleh visi dan nilai, Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap idealistis, tidak egoistis, dan berdedikasi.
- Holistik. Holistik adalah satu kemampuan untuk melihat satu permasalahan dari setiap sisi dan melihat bahwa setiap persoalan punya setidaknya dua sisi, dan biasanya lebih.
- Kepedulian. Kepedulian merupakan sebuah kualitas dari empati yang mendalam, bukan hanya mengetahui perasaan orang lain, tetapi juga ikut merasakan apa yang mereka rasakan.
- Merayakan Keberagaman. Menghargai orang lain dan pendapat-pendapat yang bertentangan atas dasar perbedaan bukannya meremehkan perbedaan-perbedaan itu.
- Independensi Terhadap Lingkungan. Independensi terhadap lingkungan berarti teguh, terfokus, tabah, berpikiran independent, kritis terhadap diri sendiri, berdedikasi, dan berkomitmen.
- Bertanya “Mengapa” Keingintahuan yang aktif dan kecendurungan untuk mengajukan pertanyaan “mengapa” yang fundamental sangat penting bagi segala macam kegiatan ilmiah, yang merupakan semangat dan motivasi untuk meneliti secara terus menerus.
- Membingkai Ulang. Orang atau organisasi yang bisa membingkai ulang akan lebih visioner, sanggup merealisasikan masa depan yang belum ada. Mereka terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan.
- Pemanfaatan Positif atas Kemalangan. Orang yang mengambil manfaat atas kemalangan, mereka setia pada proyek atau sebuah ide dan memperjuangkannya, tidak peduli betapa sulit dan menderitanya perjuangan itu.
- Rendah Hati. Orang yang rendah hati tidak mementingkan ego, mereka menyadari keberhasilan yang dicapai banyak bersandar pada prestasi orang lain dan pada anugerah dan keberuntungan yang telah dicurahkan.
- Rasa Keterpanggilan. Rasa keterpanggilan adalah pasangan aktif dari memiliki visi dan mewujudkan visi tersebut.
Orang
yang memiliki SQ tinggi ditandai dengan beberapa ciri :
a.
Bersifat fleksibel , yaitu manpu
beradaptasi secara aktif dan spontan
b.
Memiliki kesadaran yang tinggi
c.
Memiliki kemampuan untuk mengahadapi
penderitaan dan mengambil hikmahnya
d.
Memiliki kemampuan manghadapi dan
mengatasi rasa sakit
e.
Memiliki kualitas hidup yabng di ilhami
oleh visi dan nilai nilai
f.
Enggan melakukan sesuatu yanbg
menyebabkan kerugian atau kerusakan
g.
Cenderung m,elihat hubungan antar
berbagai hal berbeda menjadi sesuatu yang holistic
h.
Cenderung bertanya mengapa dan apa dan
mencari jawaban yang fundamental
i.
Bertanggung jawab dan menebarkan visi
dan nilai nilai
Terkait dengan pendapat Ian Marshall dan Danah Zohar
tentang SQ di atas, ada beberapa tanggapan yang perlu di kemukakan.
a.
Gagasan SQ yang di kemukakan oleh
Marshall dan Zohar bersifat sekuler, dan arti spriritual yang di usungnya hanya
terbatas hubungan antar manusia dan lepas dari nilai-nilai agama. Oleh karena
itu wajar apabila mereka menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara spiritual
dengan agama.
b.
Pernyataan bahwa orang beragama belum
tentu memiliki SQ merupakan suatu generalisasi dari fenomena kehidupan dengan
nilai-nilai agama.
c.
Makna SQ yang tepat bagi umat Islam
adalah konsep yang di kemukakan oleh Ary Ginanjar yaitu bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku
dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,
menuju manusia seutuhnya, dan memiliki pola pemikiran tauhid, serta berp[rinsip
hanya karena Allah. Kesadaran ruhani merupakan bentuk kesadaran tertinggi yang
berangkat dari keimanan kepada Allah SWT.
Cara-cara
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Menurut
Zohar dan Marshall (2002:231) tujuh langkah praktis mendapatkan kecerdasan
spiritual lebih baik:
- Menyadari di mana saya sekarang.
- Merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah.
- Merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apakah motivasi saya yang paling dalam.
- Menemukan dan mengatasi rintangan.
- Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju.
- Menetapkan hati saya pada sebuah jalan.
- Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan.
Pendapat
ini sejalan dengan Prof. Dr. Khalil Khavari dikutip Abdul Wahid (2006:85-91)
adalah sebagai berikut:
- Mulailah dengan banyak merenungkan secara mendalam persoalan-persoalan hidup yang terbaik, baik di dalam diri sendiri, termasuk yang terjadi di luar diri sendiri. Perenungan bisa dilakukan di tempat-tempat sunyi sehingga lebih memungkinkan kepada otak untuk bekerja secara efektif dan maksimal.
- Melihat kenyataan-kenyataan hidup secara utuh dan menyeluruh. Adapun yang dialami baik kesedihan dan penderitaan haruslah diletakkan dalam bingkai yang lebih bermakna. Dengan demikian jika datang penderitaan. Kita akan melewati dengan ketenangan dan kesebaran.
- Mengenali motif diri, motif atau tujuan yang kuat akan memiliki implikasi yang kuat bagi seseorang dalam mengarungi kehidupan, sebab motif merupakan energi yang sangat luar biasa yang menggerakkan potensi diri.
Empat
langkah mengasah kecerdasan spiritual menurut sukidi (2004:99) adalah:
- Kenalilah Diri Anda. Orang yang sudah tidak bisa mengenal dirinya sendiri akan mengalami krisis makna hidup maupun krisis spiritual. Karenanya, mengenali diri sendiri adalah syarat pertama untuk meningkatkan spiritual quotient.
- Lakukan Intropeksi Diri. Dalam istilah kagamaan dikenal sebagai upaya ‘pertobatan’, ajukan pertanyaan pada diri sendiri, “sudahkah perjalanan hidup dan karier saya berjalan atau berada di rel yang bena?”. Barangkali saat kita melakukan intropeksi, kita menemukan bahwa selama ini telah melakukan kesalahan, kecurangan, atau kemunafikan terhadap orang lain.
- Aktifkan Hati Secara Rutin. Dalam konteks beragama adalah mengingat Tuhan. Karena, Dia adalah sumber kebenaran tertinggi dan kepada Dia-lah kit akembali. Dengan mengingat Tuhan, maka kita menjadi damai. Hal ini membuktikan kenapa banyak orang yang mencoba mengingat Tuhan melalui cara berzikir, tafakur, sholat tahajud, kontemplasi di tempat sunyi, bermeditasi, dan lain sebagainya.
- Menemukan Keharmonisan dan Ketenangan Hidup. Kita tidak menjadi manusia yang rakus akan materi, tapi dapat merasakan kepuasan tertinggi berupa kedamaian dalam hati dan jiwa, hingga kita mencapai keseimbangan dalam hidup dan merasakan kebahagian spiritual.
Menurut
Abdul Wahid Hasan (2006:85-91) beberapa langkah meningkatkan kecerdasan spiritual
sebagai berikut:
- Mulai dengan banyak merenungkan secara mendalam persoalan-persoalan hidup yang terjadi, baik di dalam diri sendiri, termasuk di luar diri sendiri.
- Melihat kenyataan-kenyataan hidup secara utuh dan menyeluruh, tidak terpisah.
- Mengenali motif diri. Motif atau tujuan (niat)yang kuat akan memiliki implikasi yang kuat pula bagi seseorang dalam mengarungi kehidupan.
- Merefleksikan dan mengaktualisasikan spiritualitas dalam penghayatan hidup yang konkrit dan nyata.
- Merasakan kehadiran yang begiru dekat, saat berzikir, berdoa dan dalam aktivitas yang lain.
Menurut
Sukidi (2004:87-97) untuk mempertajam kecerdasan spiritual yang dalam enam
kategori dapat dilakukan sebagai berikut:
- Kategori Agamawan. Jika kita agamawan, apa pun agama kita, dan apa pun jabatan kita dalam lembaga keagamaan, kecerdasan spiritual dapat ditajamkan melalui penghayatan segi-segi spiritualitas dalam agama.
- Kategori Aktivis. Jika kita seorang aktivis, baik aktivis social, LSM, aktivis keagamaan, aktivis politik, aktivis mahasiswa, sampai aktivis demonstran, kecerdaan spiritual dapat ditumbuhkan dan sekaligus ditajamkan dengan pertama-tama berangkat dari “ketulusan niat suci” dan “hati yang tulus” untuk melakukan kritik sosial, keagamaan dan politik.
- Kategori Pengusaha. Seorang pengusaha dapat meningkatkan kecerdasan spiritual dengan selalu bersikap jujur, keterbukaan, pengatahuan diri serta focus pada kontribusi.
- Kategori Pendidik. Pendidikan spiritualitas yang dapat menajamkan kualitas kecerdasan spiritual, baik terhadap diri kita sebagai pendidik maupun peserta didik, adalah nilai-nilai spiritualitas itu sendiri yang diobjektivikasi ke dalam pendidikan kita. Nilai-nilai dimaksud adalah kujujuran, keadilan, kebajikan, kebersamaan, kesetiakawanan social dan seterusnya.
- Kategori Politik. Jika di antara kita tergabung dalam “masyarakat politik” (political society), mulai dari jajaran pengamat, pakar, wakil rakyat, pemegang pemerintahan, sampai level lurah dan ketua RT, kecerdasan spiritual dapat ditajamkan dengan menjadikan “jabatan politik” sebagai amanat suci Tuhan” dan “amanat rakyat” sehingga kita melaksanakan segala sesuatu penuh dengan kejujuran dan motivasi yang tinggi.
- Kategori Lain. Jika di antara kita berada di luar kategori-kategori di atas, kecerdasan spiritual dapat kita tajamkan dan kita efektifkan dengan senantiasa berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan, seperti kejujuran, rendah hati, bertanggung jawab, tidak mudah putus asa, memiliki motivasi yang tinggi dan lain-lain.
Bukti-bukti
Ilmiah Kecerdasan Spiritual
Danah Zohar dan Ian Marshall sebagai penggagas
kecerdasan spiritual mengemukakan bahwa (SQ) tidak memiliki hubungan dengan
agama Meskipun banyak orang dapat mengekspresikan SQ melalui agama,tetapi
keberagamaan seseorang tidak menjamin tingginya SQ. Bahkan Banyak para humanis
dan ateis memiliki tingkat SQ yang tinggi; dan dan sebaliknya banyak para
aktivis keagamaan yang SQ-nya rendah
Agama merupakan seperangkat peraturan dan keyakinan
yang dipaksakan dari luar,yang bersifat top-dawn,diewariskan dari para nabi dan
kitab suci,atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi.Sementra SQ bersifat
internal, kemampun bawaan psikis dan otak manusia ,bersumber dari hati yang
paling dalam.Dengan SQ memungkinkan otak menemukan dan menggunakan makna dalam
memecahkan berbagai masalah .
Sekarang penggunaan SQ ditujukan untuk menemukan
pengungkapan makna yang segar,sesuatu yang menyentuh diri,dan membimbing diri
dari dalam.SQ adalah jiwanya kecerdasan .SQ menyembuhkan diri kita sendiri dan
membangun diri kita secara menyeluruh .
Jika ditilik dari bukti-bukti ilmiah tentang SQ
ini,Zohar dan Marshall mengemukakan tiga hasil penelitian yang menunjang SQ
tersebut, ke empat penelitian itu adalah sebagai berikut
a.
Pada awal tahun 1990-an penelitian telah
dilakukan oleh Michael Persinger sebagai neuro psikologis,dan pada tahun 1997
V>S Ramachandran (ahli syaraf) dan timnya dari universitas California
menemukan keberadaan “god spot” pada otak manusia Ini merupakan pusat spiritual
yang berlokasi diantara koneksi-koneksi syaraf yang terletak di lobe temporal
otak “God Spot” Ini tidak membuktikan eksistensi Tuhan,tetapi tetapi menunjukan
bahwa otak telah mengembangkan atau menjawab permasalahan puncak /akhir
(ultimate question),untuk memiliki atau menggunakan kepekaan terhadap makna dan
nilai yang lebih luas.
b.
Wolf Singer, ahli syaraf Austria paDA
TAHUN 1990-AN menemukan hasil penelitiannya, bahwa ada proses syaraf dalam otak
yang menyatukan dan memberikan meaning ( makna ) kepada pengalaman hidup kita,
dan mnejadi dasar kecerdasan ketiga (SQ)
c.
Rudolf Linas pada tahun 1990-an telah
melakukan penelitian tentang kesadaran saat terjaga dan tertidur serta
ikatan-ikatan peristiwa kognitif dalam otak telah di tingkatkan dengan tekonologi
MEG ( Magneto-Encephalographic) baru yang memungkinakan diadakan penelitian
menyeluruh atas buidang bidang elektrasi otak
d.
Terrance Deacon mempublikasikan tentang
hakikat bahasa manusia bahwa manusia bersifat unik, simbolik, dan berkembang
dengan cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar