Jumat, 28 September 2012

bimbingan konseling kelompok 7

MAKALAH
 BIMBINGAN KONSELING
Kelompok 7

Diajukan untuk Memenuhi tugas kelompok
Disusun Oleh :
Bagus pratama                       
Rifkhi azzuhri            
Khaerani sakuntala     
Haryanto                    


UPIWARNA


PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN, DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2011



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, kami  dapat menyelesaikan makalah kami mengenai pendidikan kesehatan, yang disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Pendidikan Kesehatan.
            Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dosen Pendidikan Kesehatan, karena sudah membantu dalam proses pembuatan makalah ini . Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan, agar menjadi evaluasi kami untuk pembuatan makalah kami yang lebih baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat, mohon maaf jika dalam pemaparannya masih banyak kekurangan. Terima kasih

Bandung, 10 Juni 2011


              Penulis



I

1.        HAKIKAT MANUSIA MENURUT AGAMA
Menurut sifat hakiki, manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama,  serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dalil yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai fitrah beragama adalah QS. Al’Araf: 172, yang artinya:
“Bukankah aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa Engkau Tuhan  kami”
 Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Seperti halnya fitrah beragama, maka hawa nafsu pun merupakan potensi yang melekat pada setiap diri individu. Keberadaan hawa nafsu itu di samping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dpat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam keidupan, baik personal maupun sosial).
Individu dapat mengendalikan hawa nafsunya (bukan membunuhnya) dengan cara mengembangkan potensi “takwanya”. Dalam kitab suci Al’Quran, surat Asysyamsu: 8-10, Allah SWT berfirman:
“Maka diilhamkan kepada nafsi, diri manusia sifat fujur dan taqwa, sungguh bahagia orang yang mampu mensucikan dirinya (bertaqwa) dan sungguh celakalah orang yang mengotori dirinya (hidup berdosa/fujur)”
Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangkan potensi takwa dan mengendalikan fujur-nya, tidak terjadi secara otomatis atau berkembang dengan sendirinya, tetapi memerlukan orag lain, yaitu melalui pendidikan agama (bimbingan, pengajaran, dan pelatihan), terutama dari orangtuanya sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah di muka bumi. Sebagai manusia berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu oarang lain). Menilik fitrahnya ini, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain, atau ligkungannya. Sebagai khalifah, manusia mengemban amanah, atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan yang nyaman dan sejahtera; dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nila-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup.
2.        PERANAN AGAMA
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfugsi sebagai berikut:
a.    Memelihara Fitrah. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Apabila manusia telah bertakwa kepada Tuhan berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini juga berarti bahwa dia termasuk orang yang akan memperoleh rahmat Allah.
b.    Memelihara Jiwa. Agama sangat menghargai harkat dan martaba, atau kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
c.    Memelihara Akal. Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Melalui kemampuannya inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya (beradab).  Karena pentingnya peran akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia
a)    Mensyukuri nikmat akal itu, dengan memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berfikir, belajar, atau mencari ilmu
b)   Menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal.
d.      Memelihara Keturunan, Agama mengajarkan kita kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan.
Pernikahan adalah upacara yang sakral (suci), yang wajib ditempuh oleh sepasang pria dan wanita.
Pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi diri seseorang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada yang maha kuasa, semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup.
Demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama, maka semakin susahlah mencari ketentraman batin.
M. Surya (1977) mengemukakan bahwa agama memegang peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiatris, pendeta, dan konselor bahwa agama adalah faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan. Agama memberikan susana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik dan ketegangan lainnya, serta memberikan suasana damai dan tenang.
Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia. Shallat dan berdo’a merupakan hal penting dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti.
Pemberian layanan bimbingan sangat penting bagi anak atau siswa, mengingat dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini cenderung lebih kompleks, terjadi pembenturan antara berbagai kepentingan yang bersifat kompetitif, baik menyangkut aspek politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aspek-aspek yang lebih khusus tentang perbenturan ideologi, antara yang hak (benar) dan batal (salah).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta praktik-praktik kehidupan politik dan ekonomi yang tidak berlandaskan moral agama telah menyebabkan berkembangnya gaya hidup (life style) materialistik (hubbudunya) dan hedonistik di kalangan warga masyarakat. Dampak lebih jauhnya gaya hidup tersebut adalah merebaknya dekadensi moral atau pelecehan nilai-nialai agama,baik dikalangan oarang dewasa, remaja, maupun anak-anak.
Mengapa dekadensi moral (delinquency), khususnya dikalangan remaja, itu semakin marak? Dalam hal ini Zakiah Darajat (1973:12) mengemukakan bahwa masalah itu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :kurang tartanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik ; pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Faktor-faktor penyebab dekadensi moral ini, perlu menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, orangtua, maupun masyarakat pada umumnya untuk senantiasa berupaya menemukan cara-cara pemecahnya. Upaya itu dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama yang sinergis antara pihak-pihak terkait tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan lingkungan yang bersih dari kemaksiatan dan kemungkaran.



Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental.
1) William James (seorang filosof dan ahli ilmu jiwa Amerika)
            a. Tidak diragukan lagi bahwa terapi terbaik bagi kesehatan adalah keimanan kepada Tuhan
            b. Keimanan kepada Tuhan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup ini.
            c. Antara kita dengan Tuhan terdapat suatu ikatan yang tidak terputus apabila apabila kita menundukan diri di bawah pengarah-Nya, maka semua cita-cita dan harapan kita akan tercapai.
            d. Gelombang lautan yang menggelora, sama sekali tidak membuat keruh ketenangan relung hati yang dalam dan tidak membuatnya resah. Demikian halnya dengan individu yang keimanannya mendalam, ketenangannya tidak akan terkeruhkan oleh gejolak superficial yang sementara sifatnya. Sebab individu yang benar-benar religious akan terlindung dari keresahan, selalu terjaga keseimbangannya dan selalu siap untuk menghadapi segala malapetaka yang terjadi.

2) Cral G. Jung (ahli psikoanalisis dari Jerman)
            a. Selama tiga puluh tahun yang lalu, pribadi-pribadi dari berbagai bangsa didunia telah mengadakan konseling denganku dan akupun telah banyak menyembuhkan pasien tidak kudapatkan seorang pasien pun di antara yang telah derada pada penggal kedua umur mereka, yakni dari 35 tahun yang problem esensiasinya bukan kebutuhan akan wawasan agama tentang agama.
            b. Dapat kukatakan bahwa masing-masing mereka telah menjadi mangsa penyakit, sebab mereka telah kehilangan sesuatu yang telah diberikan oleh agama-agama yang ada disetiap masa. Sungguh, tidak ada seorang pun di antara mereka yang menjadi sembuh kecuali setelah ia kembali pada wawasan agama tentang kehidupan.


3) A.A. Briel (psikoanalisis) mengatakan bahwa, “individu yang benar-benar religious tidak akan pernah menderita sakit jiwa”.
4) Henry Link (ahli jiwa amerika) menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya yang lama dalam menerapkan percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi-pribadi yang tidak beragama yang sama sekali tidak menjalankan suatu ibadah.

5) Arnold Toynbee (sajarawan Inggris) mengemukakan bahwa krisis yang diderita orang-orang Eropa pada zaman modern ini pada dasarnya terjadi karena kemiskinan rohaniah dan terapi satu-satunya bagi penderita yang sedang mereka alami ialah kembali pada agama.

6) Dadang Hawari Idris (psikiater) mengemukakan, bahwa dari sejumlah penelitian para ahli bisa disimpulkan (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit, dan mempercepat pemulihan penyakit, (2) agama lebih bersifat protektif dari pada problem producing, dan (3) komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan clinical benefit.

7) Larson berpendapat bahwa “…… in navigating the complexities of human health and relationship, religious commitment is a force to consider.” (untuk mengemudikan atau mengendalikan kompleksitas hubungan dan kesehatan manusia, maka komitmen terhadap agama merupakan suatu kekuatan yang patut diperhatikan). (Utsman Najati, 1985 : Iqbal Setyarso dan M. Solihat, 1996)

8)8) Zakiah Daradjat (1982 : 85) mengemukakan bahwa “apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tentram, bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi.”

9) Carrel (Aulia, 1980 : 19,20) mengemukakan bahwa “Apabila do’a itu dibiasakan dan bersungguh-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas. Ia merupakan semacam perubahan kejiwaan kebadanan. Ketentraman ditimbulkan oleh do’a itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan.” Mengenai tidak dikabulkannya do’a, selanjutnya Carrel mengemukakan “Do’a itu sering tidak berhasil, karena kebanyakan orang yang memanjatkan do’a itu masuk golongan orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri, pembohong, penyombong, bermuka dua, tidak beriman dan mengasihi.”

10) Shelley E. Taylor (1994 : 227) mengemukakan beberapa hasil penelitian para ahli tentang dampak positif agama, atau keimanan kepada Tuhan terhadap kesehatan mental dan kemampuan mengatasi stres, diantaranya sebagai berikut :
            a. Palaotzain & Krikpatrik (1995) mengemukakan bahwa agama (keimanan) dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu individu untuk mengatasi stress.
            b. Ellison (1991) mengemukakan bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang.
            c. Koening, dkk (1988) mengemukakan bahwa banyak orang yang secara spontan melaporkan bahwa agama sangat menolong dirinya pada saat mengatasi stress.
            d. Mccullough dkk (2000) mengemukakan bahwa keyakinan beragama dapat memperpanjang usia.
            e. Seybold & Hill (2001) agama itu bukan hanya sebagai bagian hidup yang bermakna, tetapi juga memberikan keuntungan dalam mengembangkan mental yang sehat.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiloki mental yang sehat tanpa agama.
Mengenai kaitan antara keimanan kepada Tuhan dan pengalaman ajaran-Nya dengan kesehatan mental, dalam Al-Quran banyak ayat yang menunjukan hal tersebut, yaitu
1. Surat At-Tiin mengisyaratkan bahwa “manusia akan mengalami kehidupan yang hina / jatuh martabatnya termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman (mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (berbuat kebajikan).”

2. Senada dengan surat At-Tiin adalah surat Al-Ashr, yaitu bahwa “semua manusia itu merugi (celaka hidupnya, tidak tentram atau perasaannya resah dan gelisah) kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.”

3. Surat Ar-Ra’du : 28, “yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan berzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah-lah, hati akan menjadi tentram (bahagia).

4. Surat Al-Baqoroh : 112
Tiadaklah demikian, bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan-Nya, dan tidak ada kekhawatiran atau kecemasan dan tidak pula kesedihan bagi mereka.

5. Surat Al-Ahqof : 13
Sesungguhnya orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqomah (teguh pendirian dalam keimanan kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya), maka tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak pula berduka cita.

6. Surat Al-Israa : 82
Dan kami menurunkan dari Al-Quran, sebagai obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

7. Surat Yunus : 57
Wahai manusia sesungguhnya telah dating kepadamu ‘mauidhah’ (nasihat) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifaaun lima fish shuduur), petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Ayat syifaaun limaa fish shuduur, terkandung makna al-qur’an merupakan obat yang dapat menyembuhkan atau menghilangkan berbagai penyakit hati manusia.
Penyakit hati manusia diantanya adalah sebagai berikut :
1.      Al-isyraaku billah : menyekutukan allah atau meyakini adanya tuhan-tuhan lain ( zat yang dipertuhankan atau yang disembah) selain allah.
2.      Riya : bersikap pamer, keonginan untuk dipuji oeang lain dalam melakukan suatu amal, bukan untuk mencari ridha allah. Riya ini merupakan syirij ashgur (musyrik kecil).
3.      Al-kufru ilallah : menolak perintah ddan larangan allah
4.      Annifaq : sikap ragu dalam beriman pada allah,atau karakteristik orang yang suka berbohong atau berdusta apabila berbicara, suka inkar apabola berjanji, dan berkhianat apabila diberi amanat.
5.      Al-hasad : sikap dengki, dendam kesumat, atau iri hati terhadap kenikmatan yang diperoleh atau dimiliki orng lain.
6.      Al-ifsaad : sikap dan prilaku desdruktif, trouble maker, mengganggu kenyamanan hidup orang lain, atau merusak lingkungan hidup.
7.      Takabur : sikap sombong, arogan, suka membangga-banggakan diri, cenderung suka menghina orang lain.
8.      Bakhil : kikir, tidak mau menafkahan hartanya dijalan allah.
9.      Hubud dunya : sangat mencintai dunia dan mellupakan akhirat, skap meterialistik dan hedonistik.
10.  Hubbusshahawat : mempertuhankan hawa nafsu, memperlakukan suatu perbuatan tanpa pemikiran yang sangat matang atau norma agama (impulsif).
11.  Al-hazan : selalu merasa cemas, sedih, setres, atau mudah frustasi.
12.  Al-kasal : sikap malas atau keengganan untuk melakukan sesuatu kebaikan.
13.  Su’udhan : berburuk sangka pada orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar